Dinkes: Heteroseksual menjadi penyebab utama HIV/AIDS di Kota Yogyakarta

id HIV/Aids,Yogyakarta,Dinkes Yogyakarta

Dinkes: Heteroseksual menjadi penyebab utama HIV/AIDS di Kota Yogyakarta

Salah satu warga binaan di Lapas Kelas IIB Banjarbaru tengah diambil darah dalam pemeriksaan rutin guna mencegah penularan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di kalangan warga binaan. ANTARA/HO-Lapas Banjarbaru

Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menyatakan perilaku heteroseksual masih menjadi faktor risiko utama penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di wilayah kota gudeg itu.

"Rata-rata penderita (HIV/AIDS) yang tertinggi berusia 20 sampai 29 tahun. Tetapi terpaparnya kan sebelumnya, berarti saat remaja mereka sudah terpapar," kata Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular (P2M) dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta Endang Sri Rahayu di Yogyakarta, Jumat.

Endang mengatakan jumlah akumulasi kasus HIV/AIDS di Kota Yogyakarta, sejak 2004 hingga September 2024, mencapai 1.941 kasus yang terdiri atas 1.619 kasus HIV dan 322 kasus AIDS.

Menurut dia, perilaku heteroseksual menduduki urutan tertinggi HIV/AIDS dengan 939 kasus, disusul homoseksual atau lelaki suka lelaki (LSL) menduduki urutan terbanyak kedua mencapai 456 kasus.

"Selain heteroseksual, LSL memang menjadi pemicu cukup tinggi kasus HIV/AIDS selama tiga tahun terakhir," ujar Endang.

Berikutnya berasal dari pengguna jarum suntik 79 kasus, biseksual 43 kasus, penularan dari ibu ke anak 21 kasus, dan sisanya sebanyak 392 kasus tidak diketahui penyebabnya.

"Untuk di Kota Yogyakarta sebaran kasus merata. Tidak ada yang paling tinggi atau paling rendah," ujar dia.

Meski terus bertambah, tren kasus HIV/AIDS di Kota Yogyakarta mengalami fluktuasi setiap tahun.

Untuk menekan penambahan kasus, kata Endang, Dinkes Kota Yogyakarta mengintensifkan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, khususnya populasi khusus yang rentan terjangkit seperti komunitas LSL, waria, maupun ibu hamil yang rentan menularkan HIV/AIDS ke anak.

Penyuluhan itu bekerja sama dengan dinas sosial dan sejumlah LSM pendamping.

Selain itu, skrining juga digencarkan melalui pemeriksaan tes "Voluntary Counseling and Testing" (VCT) untuk mengetahui apakah seseorang positif atau negatif HIV/AIDS.

"Skrining diutamakan pada populasi khusus dengan 'VCT' atau 'VCT mobile'. Populasi khusus kami sasar karena paling berisiko," kata dia.

Endang juga mengimbau kepada penderita atau orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di wilayah ini mengakses pengobatan secara gratis di seluruh Puskesmas.

Menurut dia, seluruh Puskesmas dan 13 rumah sakit di Kota Yogyakarta mampu melakukan pemeriksaan dan pengobatan HIV/AIDS.

"Untuk pengobatan kami mengikuti alur BPJS dan obatnya pun gratis karena ditanggung Kemenkes," ujar Endang.
 
 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024