Barantin dorong hilirisasi sarang burung walet tuntas tahun Ini

id Barantin,sarang burung walet,hilirisasi,UGM

Barantin dorong hilirisasi sarang burung walet tuntas tahun Ini

Kepala Barantin Sahat Manaor Panggabean ditemui usai mengisi lokakarya nasional bertajuk "Memperkuat Hilirisasi Ekspor Sarang Burung Walet" di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (26/4/2025). ANTARA/Luqman Hakim

Yogyakarta (ANTARA) - Badan Karantina Indonesia (Barantin) mendukung hilirisasi sarang burung walet (SBW) di dalam negeri segera terealisasi pada tahun ini, guna meningkatkan nilai tambah dan memperluas pasar ekspor komoditas itu.

"Mudah-mudahan tahun ini sudah dimulai (hilirisasi). Ini komitmen, tapi saya ingin tidak hanya komitmen, saya ingin langsung ada 'launching'," kata Kepala Barantin Sahat Manaor Panggabean dalam lokakarya nasional bertajuk "Memperkuat Hilirisasi Ekspor Sarang Burung Walet" di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu.

Sahat menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi merupakan arahan langsung Presiden RI Prabowo Subianto demi meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, serta memperluas pasar ekspor SBW ke berbagai negara.

"Saya tetap pada arahan Presiden. Kalau ada yang minta revisi protokol (supaya bisa ekspor bahan mentah), tidak akan saya izinkan," ucap dia.

Menurut Sahat, sejauh ini sudah ada tiga perusahaan yang menyatakan minat membangun pabrik hilirisasi SBW di Indonesia.

Hilirisasi SBW, ujar Sahat, bakal efektif mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, serta menjaga kedaulatan harga salah satu komoditas unggulan Indonesia tersebut.

Baca juga: Miliki potensi pasar di AS, karang hias-sarang burung walet Indonesia

Dari 49 perusahaan pemrosesan SBW tujuan ekspor ke China, ia memperkirakan serapan tenaga kerja langsung mencapai 24.400 orang, belum termasuk tenaga kerja tidak langsung yang jumlahnya bisa 10 kali lipat.

"Yang (pekerja) tidak langsung bisa 10 kali lipat dari situ. Jadi lapangan pekerjaan ini harus kita tetap jaga," kata Sahat.

Hilirisasi, lanjut dia, juga akan mendorong pengembangan produk turunan SBW bernilai ekonomi tinggi, seperti makanan dan minuman siap konsumsi, peptida bioaktif, produk kecantikan, hingga farmasi.

Indonesia memiliki potensi besar dalam industri walet karena didukung oleh iklim dan kondisi geografis yang sangat cocok untuk budidaya burung walet.

Sahat menyebut, 80 persen produksi SBW dunia berasal dari Indonesia, namun selama ini sebagian besar dikirim dalam bentuk mentah ke luar negeri, lalu diolah dan dikonsumsi di sana.

Baca juga: Prospek ekspor sarang burung walet besar

Padahal, SBW memiliki kandungan senyawa aktif seperti protein, karbohidrat, mineral, bahkan berpotensi untuk mendukung pembentukan sel otak.

"Kalau kita ekstrak produk turunannya untuk kesehatan dan kecantikan, untuk kecerdasan, itu akan bisa dipasarkan ke seluruh dunia. Jadi populasi dunia yang berjumlah 7 miliar lebih itu potensi market kita," ucapnya.

Karena itu, Sahat berharap dukungan dari kalangan perguruan tinggi, termasuk UGM, untuk memperkuat landasan ilmiah hilirisasi SBW.

Penelitian mengenai senyawa aktif dan kandungan alami dalam SBW, kata dia, dibutuhkan sebagai bahan komunikasi dengan otoritas negara mitra dagang, terutama jika muncul hambatan teknis seperti isu kandungan logam.

Sahat menyebut pasar ekspor SBW utama Indonesia saat ini adalah China. Namun, dari kuota ekspor sebesar 694 ton pada 2024, hanya terealisasi 376 ton.

Sementara itu, total ekspor SBW Indonesia ke berbagai negara pada 2024 mencapai 1.274 ton, antara lain ke Hong Kong, Vietnam, Singapura, Amerika Serikat, Taiwan, Malaysia, dan Australia.

Dekan Fapet UGM Prof Budi Guntoro menegaskan kesiapan UGM dalam mendukung pengembangan dan hilirisasi SBW.

Menurut Budi, dari sisi fasilitas dan sumber daya manusia, perguruan tinggi siap berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing SBW Indonesia.

"Dengan hilirisasi yang kuat, kita berharap akan semakin banyak produk turunan SBW yang tidak hanya diekspor, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sendiri," ujar Prof Budi.