Yogyakarta (ANTARA) - Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Universitas Indonesia (IKA PMII UI) meminta semua pihak menghormati proses hukum dan asas praduga tak bersalah serta tidak melakukan penggiringan opini publik serta tidak melakukan penggiringan opini publik dengan menghakimi Mantan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut), sebelum proses hukum dugaan korupsi kuota haji 2024 selesai.
"Sebagai warga negara yang menjunjung tinggi konstitusi dan supremasi hukum, kami mendukung penuh langkah-langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menegakkan hukum, namun kami menyesalkan narasi dan opini publik yang berkembang liar dan seolah sudah ada mantan pejabat tertentu yang pasti bersalah," tandas Ketua IKA PMII UI Alfanny, dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu 1 Oktober 2025.
Faktanya, lanjut Alfanny, hingga saat ini belum ada satu orang pun tersangka dan ketika penggeledahan yang dilakukan di kediaman Gus Yaqut, tidak ditemukan bukti aliran dana, gratifikasi, maupun barang bukti lainnya.
"Sayangnya, pemberitaan media dan opini yang berkembang di publik terus menggiring opini seakan-akan Gus Yaqut telah bersalah," lanjut Alfanny.
Sementara itu, terdapat fakta lain di mana KPK menyita sejumlah uang, aset rumah, dan kendaraan dari saksi lain, bahkan terjadi pengembalian dana ke KPK yang melibatkan beberapa pejabat, ustaz, maupun agen travel.
"Anehnya, informasi tersebut tidak dirilis secara transparan dan gamblang. Hal ini menimbulkan ketimpangan informasi dan membuka ruang bagi pembentukan opini publik yang tidak adil. Kami meminta KPK untuk tetap profesional, adil, dan proporsional dalam memberikan informasi kepada publik. Jangan sampai proses hukum ini terkesan dipolitisasi atau dijadikan alat untuk character assassination terhadap tokoh-tokoh publik,” lanjut Alfanny.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak terjebak dalam penghakiman sepihak, dan menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berjalan dengan berlandaskan prinsip praduga tak bersalah.
