Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan musisi Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana), Nazril Irham (Ariel NOAH), serta 27 musisi dan penyanyi lainnya soal perkara uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
"Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Rabu.
Mahkamah mengabulkan permohonan Armand Maulana dan kawan-kawan untuk Pasal 23 ayat (5), Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2), sementara permohonan untuk Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 81 ditolak karena dalilnya tidak beralasan menurut hukum.
Terkait norma Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta, MK menegaskan bahwa pihak yang bertanggung jawab membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta untuk suatu pertunjukan komersial adalah penyelenggara pertunjukan.
Untuk itu, MK menyatakan frasa "setiap orang" dalam norma Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial".
Selain itu, MK menegaskan maksud frasa "imbalan yang wajar" norma Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta. Pasal ini mengatur tentang hak ekonomi setiap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.
Menurut Mahkamah, frasa dimaksud telah memberikan ruang penafsiran dan ketidakpastian hukum mengenai apa yang dimaksud dengan imbalan atau royalti yang wajar.
Oleh sebab itu, MK menegaskan bahwa parameter imbalan yang wajar harus mengacu pada tarif yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh lembaga/instansi yang berwenang.
"Menyatakan frasa 'imbalan yang wajar' dalam norma Pasal 87 ayat (1) UU 28/2014 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan'," kata Suhartoyo.
Berikutnya, Mahkamah memberikan penafsiran baru terkait pengaturan pemidanaan dalam konflik royalti. Ditegaskan MK, pidana merupakan jalan terakhir yang dapat ditempuh setelah jalur perdata tidak berhasil. Adapun jalur pidana itu harus pula didahului dengan pendekatan keadilan restoratif.
"Menyatakan frasa 'huruf f' dalam norma Pasal 113 ayat (2) UU 28/2014 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘dalam penerapan sanksi pidana dilakukan dengan terlebih dahulu menerapkan prinsip restorative justice," tutur Ketua MK.
Kendati demikian, putusan tersebut tidak bulat. Satu orang hakim konstitusi, yakni Daniel Yusmic P. Foekh memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Daniel menilai MK seharusnya menolak permohonan Armand Maulana dkk. untuk seluruhnya.
Hakim Daniel berpendapat, MK semestinya cukup merumuskan pedoman atas isu hukum dari permohonan para pemohon, sekaligus mendorong pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah) untuk menata kembali UU Hak Cipta.
Perkara ini dimohonkan oleh 29 pelaku pertunjukan kenamaan tanah air, yakni Tubagus Arman Maulana, Nazril Irham, Vina DSP Harrijanto Joedo, Dwi Jayati, Judika Nalom Abadi Sihotang, Bunga Citra Lestari, dan Sri Rosa Roslaina.
Kemudian, Raisa Andriana, Nadin Amizah, Bernadya Ribka Jayakusuma, Anindyo Baskoro, Oxavia Aldiano, Afgansyah Reza, Hedi Suleiman, Ruth Waworuntu Sahanaya, Wahyu, Setyaning Budi Trenggono, Andi Fadly Arifuddin, dan Ahmad Z. Ikang Fawzi.
Ada pula Andini Aisyah Hariadi, Dewi Yuliarti Ningsih, Mario Ginanjar, Teddy Adhytia Hamzah, David Bayu Danang Joyo, Tantrisyalindri Ichlasari, Hatna Danarda, Ghea Indrawari, Rendy Pandugo, Gamaliel Krisatya, dan Mentari Gantina Putri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MK kabulkan permohonan Armand Maulana dkk soal uji materi UU Hak Cipta
