Di sisi lain, instabilitas ketenagakerjaan juga diperparah oleh gelombang PHK di sektor teknologi, manufaktur, dan ritel. Banyak orang muda yang sebelumnya merasa sudah "mapan", justru harus kembali ke titik nol. Ini bukan sekadar kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan arah hidup. Sense of security yang selama ini dipinjam dari gaji bulanan, tiba-tiba lenyap, meninggalkan kegelisahan eksistensial.
Keseriusan membenahi
Meningkatnya ketergantungan pada formasi aparatur sipil negara (ASN) menjadi cerminan ketidakmampuan sektor swasta menciptakan pekerjaan yang aman dan menjanjikan.
Pemerintah seakan menjadi satu-satunya harapan. Namun, membuka formasi ASN besar-besaran jelas bukan solusi. Anggaran negara akan tergerus untuk membayar gaji birokrat, bukan untuk belanja pembangunan atau subsidi produktif.
Jika lapangan kerja publik menjadi pelarian, maka kita sedang menyaksikan distorsi ekonomi yang kronis. Idealnya, peran negara adalah sebagai enabler penyedia infrastruktur, penguat pasar tenaga kerja, bukan sebagai satu-satunya penyerap tenaga kerja. Kita butuh kebijakan yang mampu menumbuhkan sektor produktif, memberdayakan UMKM, dan menstimulus industri kreatif, serta ekonomi yang memberi ruang bagi kreativitas orang muda.
Pemerintah harus segera meninggalkan pendekatan kebijakan yang sekadar bersifat populistik, dan mulai membangun kebijakan struktural yang adil dan futuristik. Beberapa langkah penting yang perlu diprioritaskan: reformasi sistem pendidikan dan ketenagakerjaan, perlindungan sosial untuk kelas menengah, pengembangan ekosistem ekonomi baru, desentralisasi akses dan informasi pekerjaan.
Jika orang muda hari ini hanya dibekali dengan semangat, tanpa sistem pendukung yang memadai, maka mereka akan tetap terjebak dalam siklus mode bertahan yang panjang. Mereka bukan hanya akan kehilangan harapan, tetapi juga kehilangan kemampuan untuk berkontribusi bagi negara. Jika kita gagal menyelamatkan orang muda hari ini, maka kita sesungguhnya sedang gagal menyelamatkan masa depan republik ini.
Sudah saatnya kebijakan negara berpihak, bukan hanya hadir. Bukan lagi saatnya membahas angka kemiskinan dengan indikator administratif, tetapi dengan realitas kehidupan yang semakin brutal dan menuntut respons yang cerdas. Jangan sampai orang muda kita mengalami fenomena "mati segan, hidup tak mau", akibat persoalan sistemik yang semakin lama semakin parah dan tidak pernah benar-benar dibenahi.
MagangHub Kemnaker
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Permenaker Nomor 8 Tahun 2025 mengenai Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Program Pemagangan Lulusan Perguruan Tinggi, terlihat jelas bahwa negara tengah menegaskan kembali perannya dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang adaptif dan kompetitif.
Regulasi ini bukan sekadar perangkat administratif, melainkan instrumen strategis untuk menjawab tantangan struktural dunia kerja, khususnya bagi lulusan perguruan tinggi yang tengah memasuki fase transisi menuju pasar tenaga kerja.
