Jakarta (ANTARA) - Rupiah pada Rabu (31/12) sore ditutup menguat 91 poin atau sekitar 0,54 persen ke level Rp16.680 per dolar Amerika Serikat (AS), dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.771 per dolar AS.
Analis mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan rupiah terjadi di tengah kondisi pasar yang terguncang oleh rilis risalah kebijakan Federal Reserve bulan Desember.
“Kebijakan Federal Reserve bulan Desember mengungkapkan perbedaan pendapat yang mendalam di antara para pembuat kebijakan mengenai arah suku bunga pada tahun 2026,” kata Ibrahim, di Jakarta, Rabu.
Meskipun Fed menurunkan suku bunga seperempat poin persentase pada rapat tersebut, sejumlah pejabat dikatakan makin berhati-hati untuk melakukan pelonggaran lebih lanjut, dengan alasan tekanan inflasi yang tinggi dan ketidakpastian mengenai prospek ekonomi.
Sedangkan pejabat lainnya berpendapat kebijakan yang ketat dapat berisiko memperlambat pertumbuhan terlalu tajam jika dipertahankan terlalu lama.
Sementara itu, aktivitas pabrik China kembali tumbuh pada Desember 2025, dengan angka indeks manufaktur yang kembali bergerak di atas angka 50 poin.
Pergerakan itu menunjukkan peningkatan moderat dalam permintaan domestik menjelang akhir tahun. Investor memandang data tersebut sebagai sinyal positif yang hati-hati untuk ekonomi terbesar kedua di dunia setelah berbulan-bulan momentum yang lesu.
Dari segi geopolitik, ketegangan dinilai memberikan sedikit kelegaan sepanjang tahun, meskipun dampaknya terbukti berumur pendek. Namun, konflik geopolitik global masih menjadi kekhawatiran terkait gangguan pasokan dan gejolak harga.
Dari sisi domestik, angka pertumbuhan 5 persen dinilai menunjukkan stabilitas perekonomian domestik dan menjadi target yang wajar untuk pertumbuhan pada 2026.
Namun, pemulihan ekonomi domestik Indonesia masih dipengaruhi oleh tekanan harga komoditas pangan dan energi serta daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.
Selain itu, ketergantungan Indonesia terhadap impor juga mempengaruhi aliran devisa.
Ibrahim mendorong penguatan fundamental ekonomi domestik dengan tidak meletakkan seluruh beban pertumbuhan hanya pada daya beli.
“Belanja pemerintah harus berperan lebih efektif dalam menghasilkan dampak berganda terhadap perekonomian rakyat, sedangkan sektor ekspor perlu dikembangkan untuk memproduksi lebih banyak komoditas bernilai tambah tinggi,” ujar Ibrahim.
Untuk perdagangan Jumat (2/1/2026), Ibrahim memproyeksikan pergerakan rupiah masih akan bersifat fluktuatif dengan kecenderungan ditutup melemah di kisaran Rp16.680 hingga Rp16.710 per dolar AS.
