Permintaan Tiwul Gunung Kidul meningkat 50 persen

id tiwul meningkat gunung

Permintaan Tiwul Gunung Kidul meningkat 50 persen

Makanan tradisional khas Gunung Kidul, tiwul (Foto ANTARA/Mamiek)

Gunung Kidul  (ANTARA Jogja) - Permintaan makanan khas Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu tiwul dan gatot mengalami peningkatan hingga 50 persen menjelang libur sekolah, Natal dan Tahun Baru 2013.

Pemilik kios makanan khas tiwul dan gatot "Yu Tum", Slamet Riyadi di Gunung Kidul, Minggu, mengatakan kenaikan permintaan tiwul dan gatot terjadi sejak Sabtu (22/12). Pembeli tiwul dan gatok merupakan pengunjung objek wisata di Gunung Kidul yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta.

"Kami optimistis, seiring semakin berkembangnya objek wisata di Gunung Kidul, terutama saat libur sekolah dan nasional akan meningkatkan permintaan tiwul dan gatot. Sejak kemarin, permintaan sudah mengalami permintaan hingga 50 persen," kata Slamet.

Menurut Slamet, permintaan akan terus mengalami peningkatan hingga awal Januari 2013 atau berakhirnya libur sekolah. Selain pengunjung dari luar DIY, masyarakat Gunung Kidul yang pulang kampung dari perantuan merayakan Natal juga sudah terlihat.

"Mulai kemarin, kami mengolah sedikitnya 75 kilogram tepung tiwul dari sebelumnya yang hanya 50 kilogram (kg) per hari. pengolahan gatot juga mengalami peningkatan dari 1,5 kuintal per hari sekarang diatas dua kuintal per hari," kata dia.

Dia mengatakan, gatot buatnya rasanya yang sangat enak, manis dan gurih serta menjadi camilan yang lezat. Begitu juga dengan tiwul, dibuat dengan rasa manis, gurih yang dicampur dengan parutan kelapa.

"Gatot dan timul merupakan makanan pokok masyarakat Gunung Kidul, tapi seiring perkembangan zaman, kami melakukan modifikasi dan inovasi supaya menjadi makanan camilan yang disukai semua lapisan masyarakat, baik kaum muda, orang tua dari kalangan bawah hingga kalangan atas," kata kata dia.

Meski permintaan banyak, kata dia, tokonya tidak menaikkan harga tiwul dan gatot. Harga yang ditawarkan sangat murah dan sebanding dengan rasa yang ditawarkan.

"Harga tiwul dengan ukuran kecil hanya Rp6.000 per porsi. Untuk tiwul sobyong dan srintil Rp15.000 per porsi. Begitu juga dengan gatot, harganya mulai dari Rp6.000 hingga Rp15.000 per porsi," kata dia.

Pembuatan gatot, kata dia, yakni Ketela terlebih dahulu difermentasi sehingga timbul jamur, kemudian direndam dua malam sampai kenyal. Setelah itu ditiriskan, dicuci, dan diambil kulit arinya, dipotong-potong kecil-kecil kemudian kembali direndam satu malam.

"Dengan proses panjang tersebut, kemudian dikukus selama dua jam. Kalau suka manis, sebelum dimasak terlebih dulu dikasih gula merah. Tapi kalau mengingingkan rasanya gurih, setalah dikukus dicampur dengan garam dan parutan kelapa," kata Slamet.

Sementara, pembuatan tiwul yakni gaplek atau ketela yang dikeringkan, kemudian ditumbuk halus. Setelah itu sebelum dikukus terlebih dahulu diberi air secukupnya, jika akan dibuat manis ditambah gula merah secukupnya.

"Kelemahan tiwul olahan ini tidak bisa tahan lama, beda dengan tiwul instan yang dapat bertahan lebih dari satu tahun," kata dia.

(KR-STR)