"Mbah Bregas" tampil di Bentara Upacara Adat

id mbah bregas

"Mbah Bregas" tampil di Bentara Upacara Adat

Gunungan yang dibawa dalam rangkaian upacara adat "Mbah Bregas" (Foto griyawisata.com)

Jogja (Antara Jogja) - Upacara adat masyarakat Ngino Margoagung Kecamatan Sayegan Kabupaten Sleman, Mbah Bregas, tampil bersama sembilan upacara adat lain milik masyarakat kota/kabupaten di DIY dalam Festival Bentara Upacara Adat, Minggu.

"Mbah Bregas adalah upacara adat yang berkembang sejak zaman Wali Songo dan hingga kini terus dilestarikan oleh masyarakat Ngino," kata Jarwo SP, salah seorang pelaku adat budaya Ngino usai menampilkan Mbah Bregas di Festival Bentara Upacara Adat di Alun-alun Utara Yogyakarta, Minggu.

Upacara adat Mbah Bregas dilakukan oleh masyarakat Ngino untuk memperingati Mbah Bregas yang menurut cerita berasal dari prajurit Majapahit yang kemudian bermukim di Margoagung.

Dikisahkan, Mbah Bregas yang menerima nasihat dari Sunan Kalijaga kemudian menerapkan ajaran yang diterimanya tersebut kepada masyarakat di Margooagung dan tercipta kehidupan yang aman, dan tenteram.

"Upacara adat ini biasanya dilakukan setiap kali usai panen yaitu sekitar Mei atau Juni. Upacara ini harus digelar pada Jumat kliwon sesuai penanggalan Jawa," katanya.

Selain itu, pasangan pengantin di Ngino pun masih terus menjalankan adat Mbah Bregas dengan mengelilingi pohon beringin yang dahulu digunakan sebagai pertapaan Mbah Bregas.

"Kegiatan upacara adat ini juga sudah menjadi atraksi wisata yang cukup menarik di Ngino," katanya yang melakukan persiapan sekitar satu bulan untuk mengikuti festival tersebut.

Selain Mbah Bregas, upacara adat lain yang juga tampil dalam festival tersebut adalah Bathok Bolu dari Sambiroto Purwomartani Kalasan Sleman; Jumedhuling Maesa Suro dari Srigading Sanden Bantul; Daruno Daruni dari Bugel Panjatan Kulonprogo; Rasulan dari Bobung Putat Patuk Gunungkidul.

Selain itu, juga ditampilkan upacara Dhekahan Gedhe dari Payak Srimulyo Piyungan Bantul; Merti Golong Gilig dari Dipowinatan Keparakan Mergangsan Yogyakarta; Rasulan dari Kepek Wonosari Gunungkidul; Bersih Desa Rejeban dari Jatimulyo Girimulyo Kulonprogo dan upacara Bada Kupat dari Pandeyan Umbulharjo Yogyakarta.

Setiap kelompok memiliki waktu 30 menit untuk mementaskan upacara tradisi tersebut di hadapan dewan juri.

Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Dinas Kebudayaan DIY GBPH Yudhaningrat mengatakan, kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat dapat meningkatkan harkat dan martabat dalam berbangsa dan bernegara.

"Festival ini adalah upaya untuk mempertahankan jati diri dan ketahanan budaya lokal masyarakat di DIY," katanya.

Gubernur pun berharap agar festival upacara adat tersebut tidak hanya menjadi tontonan atau pawai belaka tetapi masyarakat dapat turut mempelajari nilai kearifan lokal dan filosofi yang terkandung di dalamnya.

"Semoga ruh keistimewaan Yogyakarta dapat semakin terasa dan membawa manfaat pembentukan manusia berbudaya," katanya.

(E013)

Pewarta :
Editor: Hery Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.