Jogja (Antara Jogja) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jateng-DIY menyatakan kasus banding sengketa pajak impor di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) cukup tinggi sehingga berpotensi menghambat penerimaan pajak negara.
"Cukup tinggi. Bulan ini saja ada 40 pengajuan banding sengketa pajak barang impor, dan yang telah masuk persidangan 23 kasus," kata Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jateng-DIY, Hendri Darnadi di Kantor Pengadilan Pajak Yogyakarta, Kamis.
Menurut Hendri, tanpa perhatian secara khusus, terus meningkatnya jumlah banding sengketa pajak impor tersebut dapat mengakibatkan bocornya penerimaan pajak negara serta menghambat target penerimaan pajak wilayah DIY-Jateng. Sebab banyak kasus banding sengketa yang akhirnya dimenangkan oleh para importir, kendati telah terindikasi kuat melanggar.
"Kami akan mulai memberikan atensi khusus, sebab selama ini banyak yang "lepas" di pengadilan, entah karena pembuktian kami yang lemah atau ada faktor lain," kata Hendri.
Adapun kasus banding sengketa pajak yang dihadapi oleh Kanwil DJBC Jateng-DIY rata-rata berkaitan dengan sengketa nilai pabean, serta penggunaan dikumen form E yakni surat keterangan asal atau certificate of origin yang khusus untuk negara yang tergabung dalam ASEAN-China Free Trade Area (CAFTA).
"Terkadang barang Tiongkok yang mendapatkan preferensi harga lebih murah, secara materiil formil sering terjadi kesalahan harga sehingga kita gugurkan Form E," kata dia.
Dia menilai, kejanggalan penyelesaian banding sengketa pajak bukan hanya terjadi di Jateng-DIY, melainkan juga di daerah-daerah pabean lain di Indonesia, sehingga perlu inisiatif khusus dari masing-masing Kanwil DJBC untuk mengawal penyelesaian banding sengketa pajak.
"Kalau yang (sengketa pajak) kecil-kecil tidak kami berikan perhatian secara khusus, tentu akan susah bila menghadapi yang besar-besar," kata dia.
Hendri menyebutkan, target penerimaan bea masuk Kanwil DJBC Jateng-DIY pada 2015 mencapai Rp1.584.632.023.000, sementara hingga Agustus 2015 total realisasi mencapai 67,66 persen atau senilai Rp1.072.238.290.291.
"Target penerimaan pajak wilayah akan tertinggal, jika kasus banding sengketa pajak tidak dikawal secara langsung," kata dia.
(L007)
