Koling kenalkan kopi dan budaya

id kopi

Koling kenalkan kopi dan budaya

ilustrasi (antaranews.com)

Kopi Keliling (Koling) menjadi pusat perhatian wisatawan yang berkunjung di kawasan Tugu, Kota Yogyakarta, karena tampilan visualnya yang berbeda dari kebanyakan warung kopi di kota ini.

Terletak di pojok perempatan Tugu, gerobak unik beratap model joglo, Koling menyajikan menu kafe di jalanan dengan tampilan unik penjualnya yang kerap memakai busana nyentrik bertema budaya Yogyakarta. Koling "ngetem" di sudut tersebut hingga larut malam .
Menu yang disajikan Koling tergolong berbeda dari penjual kopi yang ada di jalanan. Jika kebanyakan penjual kopi di jalanan hanya menyajikan kopi sachet, Koling menyuguhkan "fresh Coffee" yang digiling di tempat sehingga membuatnya serasa seperti menikmati kopi di kafe.

"Selain menyuguhkan tampilan visual yang berbeda, kami mencoba lebih interaktif dengan pembeli, sekadar ngajak mereka ngobrol atau sharing tentang kopi," kata salah satu pendiri sekaligus barista Koling, Dani.

Tampilan gerobak yang unik merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. kebanyakan dari mereka tertarik untuk melihat dan tidak jarang mereka berfoto dengan gerobak unik tersebut.

Vena, wisatawan asal Bandung, Jawa Barat, mengatakan tertarik dengan gerobak Koling yang terlihat klasik dan asik sehingga menarik untuk berfoto di sana dan tentunya mengicipi menu yang ada di Koling.

"Gerobak ini saya desain sendiri, dan saya modifikasi agar bisa terlihat menarik dan tentunya nyaman buat jualan," terang Dani

Untuk bahan baku gerobak, mahasiswa UPN jurusan Agroteknologi yang tengah menggarap skripsi itu menyatakan bahwa bahan bakunya adalah hasil dari "ngleles" atau memanfaatkan barang bekas yang tidak dipakai lagi , salah satunya adalah "lelesan" dari almari bekas kakeknya di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dani menceritakan bahwa usahanya tersebut didirikan bersama kakaknya sejak 2015 dan ada banyak hal tidak terduga terjadi saat dia dan kakaknya mulai merintis Kopi Keliling.

Awalnya Dani dan kakaknya, Dayu menggunakan nama Coffee Road, namun karena dirasa kurang "ngindonesia" akhirnya mereka mengubah nama Coffe Road menjadi Kopi Keliling pada 2016.

Dengan modal awal Rp8 juta, Dani dan Dayu merintis usaha yang kini ngetren di kalangan anak muda dan wisatawan di kawasan Yogyakarta.

"Sebelum memulai kopi keliling, saya jualan susu di daerah Tugu untuk membaca situasi, mencari-cari tempat yang sekiranya ramai orang, soalnya kalau sewa tempat juga mahal, bisa mencapa 150 juta/tahun" kata dia.

Pemuda yang sempat menjadi fotografer jalanan di sekitar Tugu itu mengatakan bahwa proses pertama kali membuka lahan Koling tidaklah mudah, dia berkali-kali harus berurusan dengan Satpol PP dan preman di kawasan Tugu.

Ia mengatakan mempunyai strategi unik untuk mengenalkan Koling kepada orang-orang, selain melalui akun Instagram, dia selalu membawa cup khas Koling dan ditinggal di suatu tempat agar orang lain penasaran kemudian melihatnya.

"Sekitar satu tahun berjalan, Alhamdulillah usaha ini mulai lancar, sekarang omzetnya bisa mencapai Rp2 juta per hari kalau pas ramai-ramainya" ujar Dani.

"Kalau mengenai harga, kami tidak berani mematok harga tinggi karena khawatir pelanggan akan memilih ngopi di kafe, harga yang kami tawarkan tidak mencapai Rp15.000 per cup," imbuhnya

Koling bisa dibilang mulai mencuri perhatian masyarakat Yogyakarta dan membuat sebagian orang tertarik untuk mencicipi kopi murni baik robusta maupun arabika.

Bahkan, Koling diundang oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan HB X pada 14-15 Januari 2017 untuk menyajikan 700 cup kopi pada acara pengangkatan pejabat Bank Indonesia di Yogyakarta.

Tak hanya itu, para aktor film "Filosofi Kopi" juga pernah mengunjungi Kopi Keliling karena mereka penasaran dengan keunikannya.

Kopi Keliling yang punya shift berjualan pagi dan malam tersebut mulai mengembangkan usaha dengan membuka cabang di Magelang dan Semarang, Jawa Tengah.

Saat ini cabang di Magelang mempunyai 5 gerobak, Semarang 3 gerobak, sedangkan untuk Yokyakarta sendiri ada 10 gerobak yang beroprasi di pusat-pusat keramaian seperti kawasan Tugu, Malioboro, dan Titik Nol Kilometer untuk menjajakan kopi dan minuman ringan lainnya.

Dani mengatakan bahwa dia membuka shift pagi dan malam untuk mengejar konsumen di Yogyakarta, jika malam hari targetnya adalah wisatawan, sedangkan untuk pagi hari targetnya adalah mahasiswa yang sedang ngampus,
Namun untuk konsumen yang ada di kampus Koling baru bisa menjangkau daerah UPN, Universitas Kristen Satya Wacana dan sekitarnya.

Dengan jumlah karyawan sebanyak 18 orang, dia mengharapkan Koling bisa merambah kota-kota lain di Indonesia dan bisa memberikan kesejahteraan bagi petani kopi karena biji kopi yang selama ini digunakan Koling diambil langsung dari petani kopi.

Melihat animo pembeli yang tinggi, Dani juga berencana membuka cabang di Jakarta dan Bandung dalam jangka waktu dekat ini sehingga Koling makin banyak dikenal oleh orang banyak.

Dia juga tidak menutup kemungkinan untuk melakukan kerja dengan pihak lain yang ada di luar Kota Yokyakarta untuk membuka usaha Koling agar cita-citanya mempunyai 88 armada Koling di Indonesia bisa tercapai.

Haikal/nusarina