DLH Yogyakarta mengingatkan pembuatan biopori tidak dilakukan asal

id biopori, pembuatan,hujan,air

DLH Yogyakarta mengingatkan pembuatan biopori tidak dilakukan asal

Ilustrasi pembuatan biopori jumbo di salah satu wilayah di Kota Yogyakarta sebagai upaya mengatasi genangan saat hujan . ANTARA/HO-Humas Pemkot Yogyakarta

Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta mengingatkan masyarakat agar tidak secara asal membuat biopori tetapi memperhatikan berbagai kondisi di lingkungan sehingga biopori yang sudah dibuat bisa berfungsi maksimal sebagai resapan air hujan.

“Terkadang, masyarakat masih kurang tepat dalam memiliki lokasi pembuatan biopori. Lokasi yang dipilih bukan merupakan ‘jalan’ air. Misalnya membuat biopori di tengah jalan padahal kondisi jalan melengkung sehingga air lebih banyak mengalir ke tepi jalan,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Suyana di Yogyakarta, Jumat.

Jika masyarakat kesulitan mencari lokasi yang kerap dilewati air saat hujan, maka bisa dilihat dari bekas aliran atau genangan air seperti tempat yang memiliki lebih banyak endapan pasir halus dibanding daerah sekitarnya.

Selain memilih lokasi, Suyana juga mengingatkan masyarakat untuk memasukkan serasah ke dalam lubang biopori sehingga mikroba bisa berkembang untuk membuat pipa-pipa kapiler di dalam tanah untuk meningkatkan resapan air saat hujan.

DLH Kota Yogyakarta, lanjut Suyana, memang tidak membuat kampanye khusus untuk menggerakkan masyarakat dan menggencarkan pembangunan biopori di wilayah.

“Yang kami kampanyekan adalah memanen air hujan saat musim hujan sehingga Yogyakarta tidak akan mengalami kekurangan atau kekeringan saat musim kemarau,” katanya.

Selain membuat biopori, memanen air hujan bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti pembuatan sumur peresapan air hujan.

“Namun, masyarakat kemudian mengembangkan biopori dengan ukuran standar menjadi biopori jumbo yang diameternya bisa tiga kali lipat,” katanya.

Ia pun mengimbau agar setiap rumah atau lingkungan permukiman di Kota Yogyakarta bisa membuat biopori untuk memanen air hujan. “Jika biasanya membutuhkan lima lubang biopori berukuran standar, maka cukup membuat dua lubang untuk biopori jumbo,” katanya.

Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang biopori juga perlu dikeluarkan secara rutin apapila sudah menjadi kompos sehingga kapasitas resapan biopori terjaga.

“Jika masyarakat membutuhkan peralatan pembuatan biopori, bisa datang ke DLH. Kami memiliki persediaan peralatan untuk pembuatan biopori,” katanya.

Salah satu wilayah di Kota Yogyakarta yang membuat biopori jumbo, yaitu di RW 3 Kelurahan Gunungketur. Di wilayah tersebut saat ini ada empat titik biopori dan warga berencana menambah jumlahnya.

“Saat hujan lebat, genangan air bisa mencapai lutut orang dewasa. Harapannya, biopori jumbo ini bisa menjadi solusi atas masalah tersebut. Biopori dibangun di sepanjang gang yang menjadi arus air dari atas,” kata Ketur RW 3 Gunungketur Hendro Purnomo.

Selain untuk resapan air hujan, biopori jumbo tersebut juga dimanfaatkan sebagai komposter karena warga juga mengembangkan lorong sayur.

Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024