Rektor UWM: Pembangunan IKN baru jangan tergesa-gesa

id IKN,ibu kota negara baru

Rektor UWM: Pembangunan IKN baru jangan tergesa-gesa

Rektor Universitas Widya Mataram Prof Edy Suandi Hamid (ANTARA/HO/UWM)

Yogyakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta Prof Edy Suandi Hamid berharap pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru tidak tergesa-gesa dengan perencanaan yang minim dan asal cepat selesai.

"Membangun ibu kota baru jangan seperti kasus pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, yang dilaksanakan tergesa-gesa, perencanaan minimum, anggaran tidak cermat. Saya berpandangan ibu kota perlu dipindah dari Jakarta ke luar Jawa, tetapi jangan tergesa-gesa pelaksanaannya," kata Edy dalam forum Diskusi Publik 1 "Pindah Ibu Kota Negara di Mata Cendekiawan Yogya" secara virtual di Yogyakarta, Selasa (1/3).

Pembangunan IKN, kata dia, perlu perencanaan wilayah, anggaran, model struktur ibu kota dan aspek terkait lainnya agar model ibu kota yang dibangun bisa komprehensif.

Logika pembangunan rel kereta api Jakarta-Bandung yang tidak cermat, kata dia, perlu menjadi pelajaran dalam skala besar berupa perencanaan anggaran, serta perencanaan pemindahan.

Dia memperkirakan biaya pindah ibu kota RI minimum memerlukan anggaran Rp466 triliun atau 32,14 miliar dolar AS kalau tidak diperhitungkan secara cermat, biayanya bisa membengkak berlipat seperti kasus membangun kereta api cepat.

"Kalau itu terjadi, kita menghadapi masalah baru yang serius karena biaya pindah ibu kota itu sangat besar nilainya," kata dia.

Disandingkan dengan negara-negara lain yang pindah ibu kota, menurut dia, perkiraan biaya pindah ibu kota RI sudah masuk kategori sangat besar nilai anggarannya.

Sebut saja kasus pindah ibu kota Kazakhstan (1997) dari Almaty ke Astana, menurut dia, biayanya mencapai 9.000 juta dolar, Malaysia (1999) dari Kuala Lumpur ke Putrajaya 8 miliar dolar, Myanmar (2005) dari Yangon ke Naypydaw 6 miliar dolar Amerika, Australia dari Melbourne ke Canberra USD 13.28 miliar.

Karena itu dia berpendapat, pindah ibu kota bukan soal political legacy atau warisan kebijakan politik yang monumental dari pemerintah saat ini.

Apabila konsep ibu kota baru mengacu model Jakarta saat ini yang menjadi pusat segala sektor, baik ekonomi, bisnis, politik dan pemerintahan, industri, maka ibu kota baru menjadi pusat pemindahan masalah lama dari dari ibu kota saat ini.

Ia mengatakan pemindahan ibu kota memiliki alasan kuat, tetapi kapan dan di mana jangan tergesa-gesa ditetapkan.

"Jangan jadi keputusan politik yang ceroboh," ujar dia.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024