Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan keadilan bagi perempuan merupakan bagian dari pelaksanaan nilai-nilai Pancasila yang harus didukung oleh setiap anak bangsa.
"Saat ini masih terdapat jurang yang lebar antara nilai-nilai Pancasila dan realitas yang dihadapi para perempuan dalam mendapatkan hak-haknya dalam keseharian," kata Lestari dalam Musyawarah Ibu Bangsa 2025 dengan tema Pulang ke Semangat 1928: Suara Perempuan untuk Indonesia Berkeadilan, di Gedung DPR RI/MPR RI/DPD RI Senayan, Jakarta, Senin.
Menurut Lestari, jika jurang lebar itu terus dibiarkan berarti Indonesia sedang membiarkan masa depan bangsa kehilangan arah.
Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045, seluruh pekerjaan rumah untuk menghadirkan keadilan bagi perempuan harus segera dituntaskan.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI mengungkapkan, persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan dipicu beragam permasalahan yang saling berkaitan.
Karena itu persoalan ketidakadilan yang dihadapi perempuan selama ini harus segera diatasi secara bersama.
Pada 1928, ungkap Rerie, para perempuan bergerak memperjuangkan haknya tanpa menunggu kesiapan, karena para pendahulu bangsa itu berpendapat bahwa berjuang mewujudkan masa depan bangsa tidak bisa menunggu.
Menurutnya, peran ibu bangsa sangat penting dalam proses transformasi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Musyawarah Ibu Bangsa, kata Rerie, merupakan upaya penegakan kembali semangat perjuangan Kongres Perempuan 1928 untuk mewujudkan keadilan bagi perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Musyawarah Ibu Bangsa 2025 itu menghasilkan Manifesto Ibu Bangsa 2025 Menuju Indonesia Emas Berkeadilan 2045 yang menegaskan tekad untuk menjaga dan mengarahkan perjalanan republik ini menuju Indonesia Emas 2045 yang berkeadilan bagi semua.
Dalam manifesto itu juga ditegaskan bahwa, Perempuan adalah penjaga kehidupan, penentu arah peradaban, dan pilar keadilan sosial. Pembangunan tanpa keadilan gender adalah pembangunan yang timpang dan rapuh. Indonesia Emas hanya mungkin terwujud jika martabat manusia, alam, dan generasi masa depan dijaga bersama.
Selain itu manifesto itu juga menegaskan komitmen untuk menghapus segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak. Mewujudkan keadilan ekonomi, pengakuan kerja perawatan, dan kemandirian hidup perempuan.
Kemudian, memastikan kepemimpinan dan representasi perempuan yang setara dan bermakna di seluruh ruang pengambilan keputusan. Melindungi tubuh perempuan, bumi, dan ruang hidup dari perusakan, kekerasan, dan krisis iklim.
Membangun peradaban digital yang beretika, aman, dan berpihak pada kemanusiaan. Menulis ulang sejarah dan ingatan kolektif bangsa yang adil gender dan berjiwa Pancasila.
Ditegaskan pula bahwa Indonesia Emas bukan hanya tentang pertumbuhan, tetapi tentang keadilan, welas asih, dan keberlanjutan kehidupan.
Dengan semangat Feminisme Pancasila, kami berdiri, bersuara, dan bertindak sebagai Ibu Bangsa penjaga nurani republik menuju Indonesia Emas Berkeadilan 2045.
Hadir pada Musyawarah Ibu Bangsa dalam rangka peringatan Hari Ibu ke-97 antara lain, Gusti Kanjeng Ratu Hemas (Wakil Ketua DPD RI), Arifatul Choiri Fauzi (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Stella Christie (Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi), Nurul Arifin (Anggota DPR RI), Kanti W. Janis (Ketua Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia /KPPI), dan Badikenita Br Sitepu (Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia/KPPRI).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pimpinan MPR: Keadilan bagi perempuan harus didukung anak bangsa
