Denpasar (ANTARA) - Koordinator Kelompok Kerja C20 Bidang Akses Vaksin dan Kesehatan Global Agung Prakoso mengatakan kelompok masyarakat sipil memiliki keterlibatan yang cukup nyata dalam mengatasi isu ketimpangan vaksin lantaran belajar dari pengalaman pandemi.
"Kami memiliki anggota yang terlibat aktif dalam kegiatan vaksinasi untuk masyarakat adat, vaksinasi untuk disabilitas, hingga vaksinasi untuk kelompok rentan, seperti orang dengan HIV/AIDS ataupun tuberkulosis," kata Agung Prakoso dalam dalam diskusi bertajuk Civil-20 Health Conference on Vaccine Equity 'Ensuring G20 Real Commitment di Denpasar, Bali, Sabtu.
Dalam inisiatif arsitektur kesehatan global, menteri kesehatan negara-negara anggota G20 menyepakati pembentukan pandemic fund atau dana pandemi dengan dana yang terhimpun saat ini mencapai 1,4 miliar dolar AS. Dana itu bersumber dari tiga filantropi dan 20 negara donor.
Agung menuturkan bahwa kelompok masyarakat sipil memiliki kedekatan dengan masyarakat yang menjadi sasaran langsung program arsitektur kesehatan global.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pengembangan riset dan manufaktur vaksin serta alat diagnostik perlu membangun jejaring manufaktur di negara-negara selatan.
Pusat manufaktur yang semula berada di wilayah utama mulai berpindah ke arah selatan untuk mewujudkan pemerataan dan keadilan terhadap akses vaksin, alat-alat kesehatan, diagnostik, hingga perawatan.
"Ini diwujudkan dalam bentuk south operation enam negara yang akan membentuk jejaring, yaitu Argentina, India, Brasil, Tiongkok, Afrika Selatan, dan Indonesia," kata Agung.
Pada awal November 2022, ada 12,9 miliar vaksin yang sudah disuntikkan kepada penduduk dunia dengan kecepatan sekitar 2,17 juta vaksin yang disuntikkan setiap hari.
Meski demikian, kata dia, masih ada 23,6 persen dari masyarakat di negara-negara miskin yang baru menerima satu dosis vaksin. Kondisi itu masih menjadi masalah secara umum.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: C20 dorong arsitektur kesehatan global yang inklusif