Bantuan sumur bor kurangi krisis air bersih di Kabupaten Gunungkidul
Gunungkidul (ANTARA) - Sumur bor bantuan dan pipanisasi dari Kementerian Pertahanan dan Universitas Pertahanan mengurangi terdampak krisis air bersih di 11 lokasi di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Persoalan utama masyarakat Gunungkidul dari Rute Perjuangan Jenderal Sudirman adalah ketersediaan air bersih.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah melakukan berbagai intervensi, mulai dari kebijakan pemerintah daerah bersama-sama dengan seluruh warga masyarakat, serta bantuan pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) juga sudah banyak masuk ke kabupaten itu.
Namun demikian, dengan luasan wilayah dan kondisi geografis, belum sepenuhnya Gunungkidul berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
Kebutuhan air bersih di daerah itu cukup besar, karena selain untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat, juga dibutuhkan untuk kebutuhan ternak.
Kebutuhan air bersih bagi ternak besar. Hal ini karena kebutuhan air bersih untuk sapi, kerbau, dan hewan ternak lainnya mencapai 5.000 liter per hari. Jumlah itu belum termasuk kebutuhan air bersih rumah tangga, mendekati 800 ribu jiwa.
Pada 15 Mei selesai 4 Agustus 2023, Universitas Pertahanan (Unhan) dan pembiayaan dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan) membangun sumur bor dan pipanisasi air bersih di 11 lokasi di Kabupaten Gunungkidul.
Lokasi pembangunan sumur bor dan pipanisasi, antara lain di Padukuhan Bayakan 3 (Desa/Kalurahan Sitimulyo), Padukuhan Klegung (Desa Ngoro-Oro), Padakuhan Trosari (Desa Salam).
Selanjutnya, Padukuhan Jelok di Desa Beji, Padukuhan Ngasinan di Desa Hargomulyo, Pedukuhan Kwarasan Wetan di Desa Kedung Keris, Padukuhan Keposari di Desa Katongan, Padukuhan Buyutan di Desa Watusigar, Padukuhan Wareng di Desa Wareng, Padukuhan Turunan di Desa Girisuko, serta Padukuhan Duwet di Desa Purwodadi.
Fasilitas sumur bor dan pipanisasi tersebut mampu mengurangi krisis air bersih bagi 1.760 kepala keluarga (KK) atau sekitar 6 ribu jiwa.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat kunjungan kerja di Kabupaten Gunungkidul pada Rabu (9/8) berjanji membangunkan lagi sembilan sumur bor dan pipanisasi dan membangunkan embung di dua lokasi. Semua itu merupakan wujud nyata kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi rakyatnya.
Pembangunan sumur bor dan pipanisasi satu lokasi membutuhkan anggaran berkisar Rp700 juta hingga Rp1 miliar, tergantung kondisi geografis wilayah.
Menhan juga berjanji membuatkan kajian jalur sungai bawah tanah dan sumber mata air lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat.
Krisis air
Saat kemarau ini, beberapa kecamatan di Gunungkidul sudah mulai dilanda kekurangan air bersih. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, ada tujuh kapanewon/kecamatan berpotensi krisis air bersih, yakni Purwosari, Saptosari, Rongkop, Girisubo, Ponjong, Semanu, dan Kapanewon Gedangsari. Kemudian, jumlah warga yang berpotensi terdampak ada sekitar 10 ribu kepala keluarga (KK).
BPBD Gunungkidul menyiapkan skema antisipasi, salah satunya dengan meningkatkan status darurat kekeringan karena permintaan air bersih dari masyarakat mulai meningkat.
Saat ini, BPBD Gunungkidul masih melalukan kajian penetapan status darurat kekeringan. Hal ini didasarkan pada prakiraan dari BMKG, puncak musim kemarau terjadi mulai Agustus hingga September.
BPBD sendiri sudah menyediakan 1.000 tangki bagi masyarakat yang membutuhkan air bersih. Sementara, anggaran untuk pengiriman air di tahun ini sebesar Rp230 juta. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan alokasi di 2022 sebesar Rp700 juta.
Sumber mata air
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul memanfaatkan empat sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan pertanian di wilayah setempat.
Pemkab Gunungkidul memanfaatkan Bribin, Seropan, Ngobaran, dan Baron yang untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Setiap sumber mata air dikelola dengan sistem masing-masing, yakni sistem Bribin, sistem Seropan, sistem Ngobaran, dan sistem Baron.
Sistem Bribin mengairi wilayah selatan hingga timur atau mulai dari Kecamatan Tanjungsari, Tepus, Rongkop, Girisobo, dan Semanu. Sistem Baron mengairi Kecamatan Tanjungsari, Panggang, Saptosari, dan sebagian Palihan.
Selanjutnya, Sistem Baron memiliki debit mencapai 5.000 liter per detik saat musim penghujan karena merupakan muara sungai dari berbagai sungai bawah tanah di wilayah Gunungkidul.
Kemudian, Sistem Ngobaran melayani kebutuhan air bersih di Kecamatan Playen, Palihan dan sebagian Saptosari. Sistem Seropan melayani kebutuhan air bersih di Kecamatan Karangmojo, Wonosari, sebagian Ponjong dan Wonogiri, Jawa Tengah. Debit air produksi Seropan mencapai 250 liter per detik, tetapi baru dimanfaatkan sekitar 180 liter per detik. Rencana awal, kebutuhan air di Kecamatan Karangmojo, Wonosari dan sebagian Ponjong sebanyak 120 liter per detik dan sisanya dijual ke Wonogiri, Jawa Tengah.
Kondisi debit air saat musim kemarau di sistem Seropan mencapai 600 liter per detik, dan saat musim penghujan dapat mencapai 2500 liter per detik.
Sumber mata air tersebut belum sepenuhnya mampu mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat karena anggaran mengoptimalkan pengangkatan air bersih tersebut cukup besar.
Untuk menuntaskan kecukupan pemenuhan air bersih itu, Pemkab Gunung Kidul merevitalisasi sumber daya air telaga yang mencapai 282 titik, sehingga mampu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Telaga tersebut sangat membantu masyarakat saat terjadi kekurangan air bersih.
Biasanya, air telaga dimanfaatkan masyarakat untuk mandi dan memberi minum ternak.
Adapun sebaran telaga di Gunungkidul, yakni di Kecamatan Tanjungsari memiliki 27 telaga, Kecamatan Semanu memiliki 42 telaga, Kecamatan Ponjong memiliki 21 telaga, Kecamatan Purwosari ada 31 telaga, Kecamatan Girisubo terdapat 27 telaga, Kecamatan Paliyan terdapat 10 telaga, Kecamatan Saptosari terdapat 21 telaga, Kecamatan Rongkop ada 49 telaga, Kecamatan Panggang ada 22 telaga dan Kecamatan Tepus ada 32 telaga.
Telaga-telaga yang sangat banyak itu mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bantuan sumur bor kurangi krisis air bersih di Gunungkidul
Persoalan utama masyarakat Gunungkidul dari Rute Perjuangan Jenderal Sudirman adalah ketersediaan air bersih.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah melakukan berbagai intervensi, mulai dari kebijakan pemerintah daerah bersama-sama dengan seluruh warga masyarakat, serta bantuan pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) juga sudah banyak masuk ke kabupaten itu.
Namun demikian, dengan luasan wilayah dan kondisi geografis, belum sepenuhnya Gunungkidul berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
Kebutuhan air bersih di daerah itu cukup besar, karena selain untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat, juga dibutuhkan untuk kebutuhan ternak.
Kebutuhan air bersih bagi ternak besar. Hal ini karena kebutuhan air bersih untuk sapi, kerbau, dan hewan ternak lainnya mencapai 5.000 liter per hari. Jumlah itu belum termasuk kebutuhan air bersih rumah tangga, mendekati 800 ribu jiwa.
Pada 15 Mei selesai 4 Agustus 2023, Universitas Pertahanan (Unhan) dan pembiayaan dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan) membangun sumur bor dan pipanisasi air bersih di 11 lokasi di Kabupaten Gunungkidul.
Lokasi pembangunan sumur bor dan pipanisasi, antara lain di Padukuhan Bayakan 3 (Desa/Kalurahan Sitimulyo), Padukuhan Klegung (Desa Ngoro-Oro), Padakuhan Trosari (Desa Salam).
Selanjutnya, Padukuhan Jelok di Desa Beji, Padukuhan Ngasinan di Desa Hargomulyo, Pedukuhan Kwarasan Wetan di Desa Kedung Keris, Padukuhan Keposari di Desa Katongan, Padukuhan Buyutan di Desa Watusigar, Padukuhan Wareng di Desa Wareng, Padukuhan Turunan di Desa Girisuko, serta Padukuhan Duwet di Desa Purwodadi.
Fasilitas sumur bor dan pipanisasi tersebut mampu mengurangi krisis air bersih bagi 1.760 kepala keluarga (KK) atau sekitar 6 ribu jiwa.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat kunjungan kerja di Kabupaten Gunungkidul pada Rabu (9/8) berjanji membangunkan lagi sembilan sumur bor dan pipanisasi dan membangunkan embung di dua lokasi. Semua itu merupakan wujud nyata kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi rakyatnya.
Pembangunan sumur bor dan pipanisasi satu lokasi membutuhkan anggaran berkisar Rp700 juta hingga Rp1 miliar, tergantung kondisi geografis wilayah.
Menhan juga berjanji membuatkan kajian jalur sungai bawah tanah dan sumber mata air lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat.
Krisis air
Saat kemarau ini, beberapa kecamatan di Gunungkidul sudah mulai dilanda kekurangan air bersih. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, ada tujuh kapanewon/kecamatan berpotensi krisis air bersih, yakni Purwosari, Saptosari, Rongkop, Girisubo, Ponjong, Semanu, dan Kapanewon Gedangsari. Kemudian, jumlah warga yang berpotensi terdampak ada sekitar 10 ribu kepala keluarga (KK).
BPBD Gunungkidul menyiapkan skema antisipasi, salah satunya dengan meningkatkan status darurat kekeringan karena permintaan air bersih dari masyarakat mulai meningkat.
Saat ini, BPBD Gunungkidul masih melalukan kajian penetapan status darurat kekeringan. Hal ini didasarkan pada prakiraan dari BMKG, puncak musim kemarau terjadi mulai Agustus hingga September.
BPBD sendiri sudah menyediakan 1.000 tangki bagi masyarakat yang membutuhkan air bersih. Sementara, anggaran untuk pengiriman air di tahun ini sebesar Rp230 juta. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan alokasi di 2022 sebesar Rp700 juta.
Sumber mata air
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul memanfaatkan empat sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan pertanian di wilayah setempat.
Pemkab Gunungkidul memanfaatkan Bribin, Seropan, Ngobaran, dan Baron yang untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Setiap sumber mata air dikelola dengan sistem masing-masing, yakni sistem Bribin, sistem Seropan, sistem Ngobaran, dan sistem Baron.
Sistem Bribin mengairi wilayah selatan hingga timur atau mulai dari Kecamatan Tanjungsari, Tepus, Rongkop, Girisobo, dan Semanu. Sistem Baron mengairi Kecamatan Tanjungsari, Panggang, Saptosari, dan sebagian Palihan.
Selanjutnya, Sistem Baron memiliki debit mencapai 5.000 liter per detik saat musim penghujan karena merupakan muara sungai dari berbagai sungai bawah tanah di wilayah Gunungkidul.
Kemudian, Sistem Ngobaran melayani kebutuhan air bersih di Kecamatan Playen, Palihan dan sebagian Saptosari. Sistem Seropan melayani kebutuhan air bersih di Kecamatan Karangmojo, Wonosari, sebagian Ponjong dan Wonogiri, Jawa Tengah. Debit air produksi Seropan mencapai 250 liter per detik, tetapi baru dimanfaatkan sekitar 180 liter per detik. Rencana awal, kebutuhan air di Kecamatan Karangmojo, Wonosari dan sebagian Ponjong sebanyak 120 liter per detik dan sisanya dijual ke Wonogiri, Jawa Tengah.
Kondisi debit air saat musim kemarau di sistem Seropan mencapai 600 liter per detik, dan saat musim penghujan dapat mencapai 2500 liter per detik.
Sumber mata air tersebut belum sepenuhnya mampu mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat karena anggaran mengoptimalkan pengangkatan air bersih tersebut cukup besar.
Untuk menuntaskan kecukupan pemenuhan air bersih itu, Pemkab Gunung Kidul merevitalisasi sumber daya air telaga yang mencapai 282 titik, sehingga mampu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Telaga tersebut sangat membantu masyarakat saat terjadi kekurangan air bersih.
Biasanya, air telaga dimanfaatkan masyarakat untuk mandi dan memberi minum ternak.
Adapun sebaran telaga di Gunungkidul, yakni di Kecamatan Tanjungsari memiliki 27 telaga, Kecamatan Semanu memiliki 42 telaga, Kecamatan Ponjong memiliki 21 telaga, Kecamatan Purwosari ada 31 telaga, Kecamatan Girisubo terdapat 27 telaga, Kecamatan Paliyan terdapat 10 telaga, Kecamatan Saptosari terdapat 21 telaga, Kecamatan Rongkop ada 49 telaga, Kecamatan Panggang ada 22 telaga dan Kecamatan Tepus ada 32 telaga.
Telaga-telaga yang sangat banyak itu mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bantuan sumur bor kurangi krisis air bersih di Gunungkidul