Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) Daerah Istimewa Yogyakarta menggencarkan pengendalian laju penurunan muka air tanah yang terjadi selama beberapa bulan terakhir di provinsi ini.
Kepala Dinas PUP-ESDM DIY Anna Rina Herbranti saat dihubungi di Yogyakarta, Senin, mengatakan pengendalian antara lain dengan mengintensifkan pengawasan perizinan penggunaan air tanah pada sektor usaha.
"Salah satunya dengan memantau penggunaan air tanah pada sektor usaha sesuai volume yang diizinkan," kata Anna.
Pemda DIY, kata Anna, juga terus memastikan sumur resapan di wilayah ini terpelihara dengan baik, sehingga pada saat hujan air yang masuk ke tanah tertampung dengan benar.
Selain itu, pengendalian juga dilakukan dengan memantau 51 sumur pantau yang tersebar di lima kabupaten/kota untuk menganalisis adanya penurunan muka air tanah atau tidak.
Sumur pantau itu tersebar di Kota Yogyakarta sebanyak 16 unit, di Sleman 17 unit, Bantul 11 unit, Kulon Progo enam unit, dan Gunungkidul satu unit.
Anna menyebutkan berdasarkan hasil pemantauan pada periode Juli hingga September 2023, muka air tanah di provinsi ini tercatat terus mengalami penurunan.
"Penurunan air tanah dapat disebabkan karena musim kemarau," ujar dia.
Di Kabupaten Sleman, penurunan muka air tanah pada Juli mencapai 6,36 persen dari kondisi semula, 6,86 persen pada Agustus, dan 7,16 persen pada September 2023.
Berikutnya, di Kota Yogyakarta, muka air tanah pada periode yang sama berturut-turut turun 9,48 persen, 9,85 persen, dan 9,45 persen, di Bantul muka air tanah turun 3,61 persen, 4,01 persen, dan 4,25 persen, dan di Kulon Progo turun 6,77 persen, 6,77 persen, dan 6,84 persen.
Anna memastikan penurunan muka air tanah tersebut masih dalam batas aman.
Perda DIY Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Air Tanah menyebutkan bahwa kondisi air tanah dikatakan aman manakala rerata penurunan muka air tanah kurang dari 20 persen.
"Masih berada di angka kurang dari 10 persen, jadi masih dalam kondisi aman," ujar dia.
Meski demikian, berdasarkan kondisi hidrogeologi daerah dan litologi batuan, kata Anna, terdapat beberapa wilayah di DIY yang memiliki sumber air kecil, mengandalkan sungai bawah tanah, serta menerapkan pola sawah tadah hujan.
Beberapa wilayah dimaksud, yakni Kecamatan Panggang, Saptosari, Rongkop, serta Gedangsari (Kabupaten Gunungkidul), Dlingo, Pleret (Bantul), dan Samigaluh serta Kokap (Kulon Progo).
"Di lokasi tersebut sumur pantau juga tidak bisa dijadikan alat pantau, karena kedalaman sumur gali lebih dari 20 meter atau tidak ada (sumur)," kata dia.
Berita Lainnya
Retno Marsudi mendesak dunia bekerja makin keras tangani isu air global
Kamis, 7 November 2024 9:53 Wib
Retno Marsudi resmi menjadi utusan khusus Sekjen PBB untuk air
Jumat, 1 November 2024 10:29 Wib
Pemkab Kulon Progo meresmikan pamsimas guna atasi krisis air
Rabu, 30 Oktober 2024 18:18 Wib
Organisasi Kesehatan PAFI berikan tips dan manfaat mengonsumsi air kelapa muda setiap hari
Minggu, 27 Oktober 2024 18:17 Wib
Sleman terus distribusikan air bersih di wilayah kekeringan
Minggu, 27 Oktober 2024 15:06 Wib
Organisasi Kesehatan PAFI membagikan manfaat dari memperbanyak konsumsi air putih setiap hari
Sabtu, 26 Oktober 2024 14:36 Wib
Resan Gunungkidul galakkan penghijauan seputar telaga menjaga sumber air
Jumat, 25 Oktober 2024 21:53 Wib
BPBD Sleman tambah pengadaan hidran atasi kekeringan meluas
Kamis, 24 Oktober 2024 18:30 Wib