Sleman (ANTARA) - Akademisi UGM Yogyakarta Prof Gabriel Lele menilai program transmigrasi di Papua masih dibutuhkan, namun membutuhkan persiapan yang matang supaya membawa dampak positif dalam upaya percepatan transformasi di sektor pertanian dan ekonomi masyarakat.
"Menurut saya, transmigrasi masih dibutuhkan di Papua. Yang menjadi permasalahannya, penyiapan transmigrannya, dan orang asli Papua. Karena, orang yang dikirim ke Papua adalah orang yang memiliki daya juang tinggi. Selain itu, berhadapan dengan masyarakat Papua yang tingkat peradaban seperti itu," kata Guru Besar Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM Yogyakarta Prof Gabriel Lele di Kabupaten Sleman, DIY, Sabtu.
Menurut dia, transmigran akan melejit secara ekonomi, sementara orang asli Papua di sekitar situ begitu-begitu saja. Hal ini akan menimbulkan marginalisasi dan De-Papuanisasi, bahkan di beberapa kasus kehadiran transmigran ini menyebabkan etno nasionalisme masyarakat Papua bahwa Ras Melanesia tidak bisa bertemu, bersatu dan bergabung dengan Ras Melayu.
Kemudian, ada dampak positif juga dari program transmigrasi di Papua. Dimana kehadiran transmigran yang melakukan hal baik, ditiru orang Papua, misalnya kebiasaan bertani. Di Jayapura, masyarakat Papua mulai bisa menanam sawi, kangkung, tidak hanya mencukupi kebutuhan sendiri, tapi dijual.
"Mereka belajar dari transmigran," katanya.
Prof Gabriel menilai pemerintah pusat juga harus melakukan komunikasi dengan Pemerintah Papua dalam pelaksanaan program transmigrasi supaya tidak menimbulkan konflik sosial. Menteri Transmigrasi harus bertanya kepada Gubernur Papua soal transmigrasi. Teman-teman Papua memperjuangkan agar urusan transmigrasi menjadi kewenangannya dalam otonomi khusus.
"Untuk itu, pemerintah pusat harus hati-hati dan meningkatkan komunikasi dengan Gubernur Papua. Pelaksanaan transmigrasi harus diatur dengan baik," katanya.
Menurut dia, program transmigrasi yang diselenggarakan atau disponsori oleh pemerintah justru gampang solusinya, yaitu pemerintah tidak perlu menyelenggarakan transmigrasi.
Transmigrasi yang perlu diatur adalah transmigrasi yang sifatnya selfsponsor atau orang datang dengan mencari peruntungan, apakah ada kenalan dengan orang yang di Papua atau keluarga. Jumlah transmigrasi selfsponsor luar biasa. Belum lagi migrasi yang dibawa perusahaan yang jumlahnya relatif tidak terkontrol.
Ia mengatakan transmigran yang mengikuti transmigrasi, baik yang disponsori oleh pemerintah maupun selfsponsor merupakan orang-orang yang punya daya juang tinggi atau orang-orang kompetitif. Sementara akan berhadapan dengan orang papua yang di banyak daerah, relatif tidak bisa berkompetisi.
"Kalau ini dilakukan terus atau berjalan terus, saat bersamaan ada kebijakan pemutihan dan dijadikan penduduk Papua, akan terjadi apa yang selama ini dikeluhkan sebagian masyarakat Papua, yang dikenal dengan de-Papuanisasi, dimana jumlah penduduk Papua makin lama, makin sedikit dibandingkan dengan pendatang," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi UGM: Program transmigrasi di Papua masih dibutuhkan
Berita Lainnya
Disnakertrans Bantul seleksi daftar tunggu transmigrasi hingga tersisa 30 keluarga
Rabu, 20 November 2024 15:24 Wib
Bantul memfasilitasi pelatihan calon transmigran sebelum diberangkatkan
Selasa, 19 November 2024 21:57 Wib
Bantul memperoleh kuota transmigrasi sebanyak empat keluarga pada 2024
Senin, 18 November 2024 16:14 Wib
Pakar UGM: Transmigrasi di Papua masih diperlukan dengan perbaikan seleksi
Senin, 18 November 2024 14:45 Wib
Menteri Nusron-Menteri Transmigrasi sepakat manfaatkan tanah telantar 564.957 hektare
Jumat, 15 November 2024 9:12 Wib
Bantul memajukan potensi desa melalui padat karya anggaran Danais
Senin, 15 Juli 2024 17:30 Wib
Disnakertran Bantul: Pekerjaan padat karya di selesai sesuai target
Rabu, 10 Juli 2024 17:04 Wib
DIY peroleh kuota 16 KK program transmigrasi
Kamis, 25 April 2024 5:39 Wib