Dia menjelaskan efisiensi itu pun menjadi opsi yang ditempuh pemerintah sehingga anggaran yang digunakan benar-benar terukur dan berdampak untuk masyarakat.
Langkah itu merupakan upaya Presiden mewujudkan Astacita untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) juga menekankan jika ada instansi pemerintah yang menghapus atau mengurangi layanan publik akibat efisiensi itu, berarti instansi itu salah menafsirkan perintah efisiensi Presiden.
"Beberapa institusi ada salah menafsirkan Inpres. Mereka tidak mengorbankan 'belanja lemak', tetapi mengorbankan layanan dasar. Itu salah tafsir," kata Hasan.
"Belanja lemak" yang disebut Hasan merujuk kepada pos-pos belanja yang tidak substansial dan cenderung pemborosan, di antaranya pembelian alat tulis kantor, kegiatan seremonial, kajian dan analisis, serta perjalanan dinas.
"Clear (jelas, red.) pesan Presiden bahwa yang diefisiensikan yang tidak punya impact (dampak, red) yang besar terhadap masyarakat," katanya
Hasan menambahkan Presiden Prabowo telah memeriksa secara langsung pos-pos belanja negara yang menggunakan APBN. Dari penyisiran itu, Presiden menemukan belanja-belanja negara yang tidak substansial, yang jika ditiadakan pun tidak menjadi masalah.
"Presiden memeriksa secara detail satuan-satuan belanja dalam APBN bahkan sambil bercanda bilang beliau memeriksanya sampai satuan kesembilan. Jadi, sangat detail dan kemudian ditemukan lemak-lemak dalam APBN kita," katanya.
Baca juga: Pelaku wisata DIY bidik peluang wisata insentif hadapi efisiensi anggaran pemerintah