Sentimen tetap buruk
JPMorgan sendiri telah menaikkan probabilitas resesi di AS dari 40 menjadi 60 persen. Goldman Sachs mengamini hal itu dengan menaikkan probabilitas resesi di AS, dari 35 menjadi 45 persen.
Prediksi resesi itu berkorespondensi dengan kekhawatiran kalangan bisnis di AS. CEO BlackRock Larry Fink mengungkapkan bahwa kebanyakan CEO di AS menilai negaranya di ambang resesi.
Bagaimana dengan rakyat biasa AS? Jajak pendapat Reuters/Ipsos awal bulan ini menyatakan 73 persen responden AS yakin kebijakan tarif akan membuat harga barang dan jasa di AS naik dalam enam bulan depan.
Sementara dalam hubungannya dengan tarif untuk China, survei Pew Research Center mengungkapkan separuh dari responden AS menilai tarif terhadap China berdampak buruk kepada AS dan individu warga AS, khususnya akan naiknya harga dan inflasi.
Trump berkuasa karena janji menekan inflasi dan harga. Jika yang terjadi sebaliknya, Trump bisa dianggap ingkar janji dan hal ini buruk secara elektoral bagi Partai Republik.
Padahal, tahun ini beberapa daerah di AS menggelar pemilihan kepala daerah, yang dilanjutkan dengan Pemilu Sela pada November 2026 ketika rakyat AS memilih kembali seluruh anggota DPR dan sebagian anggota Senat.
Sejawat-sejawat Trump dari Partai Republik resah melihat kecenderungan ini.
Baca juga: Ekonom prediksi harga emas 3.200 dolar per troy ons imbas tarif Trump
Salah satu dari mereka, Senator Ted Cruz, khawatir calon-calon Republik bertumbangan pada Pemilu Sela 2026, yang dampaknya bisa menyulitkan pemerintahan Trump nantinya.
Risiko elektoral seperti itu tak ada di China, yang pemerintahan sentralistis dan sistem satu partainya membuat negara itu bisa mengambil langkah yang padu dan berkelanjutan, ketimbang Trump yang rawan terjegal secara elektoral.
Lain dari itu, manuver tarif dan tit for tat antara AS dan China terus menjadi sentimen buruk di pasar modal, padahal bursa menjadi cermin bagaimana pasar dan publik menanggapi setiap terobosan ekonomi dan kebijakan publik.
Kendati kebanyakan bursa saham dunia mengalami pembalikan positif setelah dihantam gempa finansial besar akibat prakarsa tarif Trump, sentimen di Wall Street tetap buruk.
Pada penutupan perdagangan Selasa sore waktu setempat atau Rabu pagi WIB, semua indeks Wall Street kembali terjungkal, termasuk indeks patokan Dow Jones Industrial Average yang terpangkas 320 poin menjadi 37.645 poin.
Sementara di luar bursa saham, rakyat AS yang tertekan oleh harga-harga yang makin melambung tinggi termasuk akibat tarif, bergelombang menentang Trump.
Keadaan-keadaan yang nyaris tak ditemukan di China itu bisa menjadi faktor-faktor yang membuat Trump lebih sulit memenangkan perang dagang ketimbang upaya efektif China dalam menangkis serangan tarif.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Siapa pemenang perang tarif AS-China yang kian brutal?
