Jakarta (ANTARA) - Keputusan Amerika Serikat (AS) menunda pemberlakuan tarif impor selama 90 hari, kecuali untuk China dinilai sebagai momen krusial bagi Indonesia untuk memperkuat strategi dagangnya. Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian, menyebut penundaan ini harus dijadikan ajang konsolidasi kebijakan perdagangan, terutama dengan AS.
“Dengan adanya perang dagang, peluang re-shoring dari beberapa negara yang diekspektasikan akan terkena dampak lebih besar dari Indonesia seperti Vietnam, Bangladesh, China, dan Thailand bisa dioptimalkan,” kata Fakhrul saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis (10/4).
Menurutnya, beberapa sektor industri dalam negeri berpeluang besar untuk meraup manfaat dari kondisi ini. Ia menyebut industri tekstil garmen, sepatu, hingga furnitur sebagai sektor yang memiliki prospek cerah dalam menghadapi dampak perang dagang.
Peluang tersebut tidak akan maksimal tanpa pembenahan dari dalam negeri. Fakhrul menegaskan bahwa kebijakan deregulasi khususnya dalam perizinan usaha dan kemudahan ekspor harus dipercepat.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya mempercepat perubahan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebagai syarat utama untuk menarik minat investasi asing, termasuk dari perusahaan-perusahaan besar asal AS.
“Banyak perusahaan Amerika Serikat yang ingin berinvestasi di Indonesia, terhambat karena hal ini,” tambahnya.
Baca juga: AS siap naikkan tarif impor China, Trump: Jadi 125 persen
Di sisi lain, Fakhrul juga menilai neraca dagang Indonesia dengan AS masih menyimpan peluang besar. Ia menyarankan agar impor dari AS, khususnya di sektor perminyakan, bahan kimia, dan bahan pangan, dijadikan poin penting dalam negosiasi ke depan.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kondisi global saat ini penuh ketidakpastian, dan Indonesia tidak terkecuali dari dampak perlambatan ekonomi yang diproyeksi terjadi pada 2025.
“Ke depannya, kita harus sadar bahwa volatilitas adalah hal yang jamak terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, akan mengalami perlambatan di tahun 2025,” ujarnya.
Dalam konteks perang dagang, Fakhrul menekankan pentingnya peran seluruh pemangku kepentingan—termasuk masyarakat dan pelaku usaha—untuk menjaga sirkulasi ekonomi domestik agar pertumbuhan nasional tetap terjaga.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan penundaan selama 90 hari terhadap tarif resiprokal yang sebelumnya direncanakan akan diberlakukan ke berbagai negara mitra dagang. Meski demikian, China tetap menjadi sasaran utama dengan kenaikan tarif hingga 125 persen.
Untuk negara lain, tarif dasar hanya akan dikenakan sebesar 10 persen, terutama untuk produk baja, aluminium, dan mobil. Trump menyebut, lebih dari 75 negara telah menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi dengan AS, meski masih terbuka peluang kenaikan tarif untuk sektor farmasi.
Menanggapi kebijakan ini, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan dibawa ke Washington D.C. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut pendekatan diplomasi dipilih sebagai langkah yang saling menguntungkan tanpa melakukan retaliasi.
Namun sebelum bertolak ke AS, Pemerintah akan terlebih dahulu menggelar pertemuan dengan para pemimpin negara ASEAN pada 10 April 2025 untuk menyatukan sikap menghadapi kebijakan dagang baru AS tersebut.
Baca juga: Dampak dan peluang: Indonesia dalam pusaran perang dagang AS-China
Baca juga: Perang tarif AS-China, untung atau buntung?
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom: Penundaan tarif AS jadi momentum konsolidasi kebijakan dagang