Donald Trump dan perang tarif: Antara taktik dan inkonsistensi

id Perang Dagang, Donald Trump, US Treasury,Resesi Oleh Jafar M Sidik

Donald Trump dan perang tarif: Antara taktik dan inkonsistensi

Arsip foto - Siluet Presiden AS Donald Trump saat menggelar kampanye di Bandara Regional Pittsburgh-Butler di Butler, Pennsylvania, AS, (31/10/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria/aww.

Tak ragu campakkan US Treasury

Ada dugaan Jepang dan China, yang menjadi dua negara asing pemilik terbesar US Treasury, melepas obligasi pemerintah AS itu sebagai balasan atas tarif yang dijatuhkan Trump kepada mereka.

Akibat aksi jual yang masif itu, nilai US Treasury turun dan sebaliknya, yield-nya naik, sehingga utang pemerintah AS mendatang menjadi lebih mahal untuk diterbitkan.

Fakta pasar obligasi pemerintah AS yang senilai 29 triliun dolar AS itu merupakan fondasi sistem keuangan global dan AS, membuat tekanan jual yang besar pada obligasi berpengaruh buruk ke semua sendi perekonomian AS, termasuk perbankan.

Jika bank tertular demam risiko investasi yang meninggi, maka mereka berisiko gagal bayar untuk kemudian membawa AS ke krisis keuangan.

Akibat lebih jauhnya adalah kewajiban AS untuk membayar bunga menjadi lebih tinggi daripada utangnya sendiri.

Dengan demikian, alih-alih memangkas defisit, tarif malah memicu defisit anggaran yang besar yang membuat utang pemerintah makin menggunung hingga berisiko gagal bayar.

Hal yang juga muncul dari perang tarif adalah performa dolar AS yang tergerus. Mengapa? Karena, defisit perdagangan AS yang terpangkas oleh tarif impor ke sejumlah negara, khususnya China, justru mengurangi kebutuhan negara-negara untuk memarkir cadangan devisa mereka dalam aset berdenominasi dolar AS.

Semua skenario itu sangat mengganggu pikiran investor, pebisnis, politisi dan elemen-elemen pemerintahan Presiden Trump.

Baca juga: Penundaan tarif AS jadi momentum konsolidasi kebijakan dagang

Kekhawatiran itulah yang diyakini sebagai alasan sebenarnya di balik keputusan Trump mengurangi tarif ke sejumlah negara menjadi flat 10 persen dan pelaksanaan tarif ditunda sampai 90 hari ke depan.

Trump sesumbar dia melakukan hal itu karena banyak pemimpin dunia menghubunginya untuk menegosiasi ulang perdagangan dengan AS. Tapi, sejumlah media massa di AS dengan mengutip sejumlah sumber Gedung Putih, mengungkapkan fakta lain bahwa kekhawatiran akibat tekanan jual US Treasury yang semakin luas yang membuat Trump berubah pikiran.

Trump memang berhasil menenangkan pasar, tapi sepertinya itu untuk sementara waktu. Dia juga menghadapi bayangan mengerikan dari fakta bahwa investor kini tak ragu mencampakkan US Treasury.

Menurut laporan AP, yield obligasi bertenor 10 tahun masih 4,01 persen pada pekan lalu. Tapi sampai Jumat pekan ini telah melonjak menjadi 4,58 persen.

Bagi pasar obligasi yang pergerakannya diukur dalam basis seperseratus poin persentase, pergerakan yield seperti itu sudah teramat besar yang semestinya mengusik banyak sistem kebijakan.

Baca juga: AS siap naikkan tarif impor China, Trump: Jadi 125 persen


COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.