Setelah perang tarif, Trump versus Powell akankah picu guncangan global berikutnya?

id the fed,jerome powell,bank sentral,donald trump,amerika serikat,tarif trump,dampak perekonomian global Oleh M Razi Rahman

Setelah perang tarif, Trump versus Powell akankah picu guncangan global berikutnya?

Ilustrasi - Karyawan melintas di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww/pri. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww/pri.


Tidak akan mundur

Associated Press (AP) melaporkan, Powell pada November lalu mengemukakan tidak akan mundur dari jabatannya bila diminta mundur oleh Trump.

Kantor berita AP memberitakan bahwa kritik Trump berawal dari pandangan sang kepala negara yang meyakini bahwa AS "tidak mengalami inflasi".

The Fed telah menaikkan suku bunga secara tajam pada tahun 2022 dan 2023 untuk memperlambat peminjaman dan pengeluaran serta mengendalikan inflasi, yang terus menurun dari puncaknya sebesar 9,1 persen pada tahun 2022 menjadi 2,4 persen bulan lalu.

Selanjutnya, The Fed juga dilaporkan telah memangkas suku bunga tiga kali pada akhir 2024.

Namun sejak itu, Powell pada Rabu (16/4) menekankan bahwa tingkat suku bunga akan dipertahankan akibat dampak tarif Trump yang berpotensi memperburuk inflasi, serta menyatakan pula bahwa The Fed independen dari politik.

Powell, sebagaimana dikutip AP, mengatakan bahwa pihaknya akan mendasarkan keputusannya hanya pada apa yang terbaik bagi semua orang Amerika, serta "Kami tidak akan pernah terpengaruh oleh tekanan politik apa pun."

Trump berkomentar bahwa Powell telah "bermain politik". Kegusaran Trump adalah karena pihaknya ingin suku bunga diturunkan agar warga AS bisa berada meminjam di tingkat suku bunga yang lebih rendah untuk membeli berbagai aset dan barang seperti properti perumahan dan mobil, terutama mengingat kondisi ekonomi domestik yang belum kunjung membaik.

Namun, banyak pihak yang memahami kondisi perekonomian yang membela Powell. Dewan Redaksi Wall Street Journal (WSJ) dalam tajuk editorialnya menulis bahwa Powell pada telah mengatakan "kebenaran".

WSJ mengingatkan bahwa kebijakan tarif oleh Trump bagaikan pajak bagi warga AS, dalam makna bahwa akan ada harga yang lebih tinggi yang akan dibebankan kepada konsumen terhadap barang yang dikenakan Trump. Seperti diketahui, Trump telah mengenakan tarif minimum sebesar 10 persen di seluruh dunia, yang kira-kira empat kali lipat dari tarif rata-rata AS sebelumnya sebesar 2,4 persen.

Harian tersebut juga mengakui bahwa bank sentral di bawah kepemimpinan Powell telah ada melakukan keliru pada masa lalu, seperti kebijakan mendorong anggaran belanja pemerintah federal AS untuk mengatasi dampak pandemi yang mengakibatkan meningkatnya inflasi.

Namun, WSJ kali ini sepakat dengan pendekatan kehati-hatian yang ditunjukkan Powell guna mengimbangi dampak tarif dengan pelonggaran kebijakan moneter AS.

Baca juga: Airlangga temui USTR guna lanjutkan negosiasi tarif AS


COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.