Yogyakarta (ANTARA) - Pemuda di Indonesia berpotensi menjadi ‘motor penggerak’ bagi desa dan berperan besar untuk memajukan desa dalam menciptakan program-program yang inovatif yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Saya kira teman-teman pemuda mempunyai atensi ya di desa-desa terpencil, seperti di Papua misalnya, mereka sadar akan Pendidikan yang belum merata, namun ya yang jadi masalahnya adalah akses ya disini, karena pemuda-pemuda ini juga memiliki keterbatasan, nah kiranya itu yang menjadi tantangan mereka,” kata Joko Susilo, Head of Training and Consultancy Nalar Institute, di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Sabtu (27/9/2025).
Hal itu disampaikan dalam rangkaian kegiatan Gemilang Desa 2025, sebuah talkshow edukatif “SEDASA” Suara Pemuda untuk Kemajuan Desa dengan tema “Lentera dari Desa, Merajut Asa untuk Indonesia”. Acara ini bertujuan untuk menumbuhkan semangat, bahwa desa bisa menjadi sumber inspirasi dan penggerak pembangunan nasional.
Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil DIY, KPH H. Yudanegara, Ph.D, Guru Besar Bidang Mikrobiologi Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian UGM, Prof. Irfan Dwidya Prijamboda, Ph.D., Head of Training and Consultancy Nalar Institute, Joko Susilo.
Lebih lanjut, Joko menjelaskan bahwa tantangan lain yang dapat timbul pada pemuda di desa, yaitu lintas generasi, bagaimana cara berfikir dan cara mengimplementasikan suatu masalah tiap generasi itu berbeda.
“Mungkin yang menjadi tantangan bagi pemuda di desa itu adalah lintas generasi ya, tapi tentu saja kita harus menyikapi hal ini dengan bijak, ada suatu pendekatan menarik dari Ki Hajar namanya nyantri, jadi nyantri itu kita berbincang-bincang santai, saling sharing, jadi interaksinya lebih setara, dengan begitu kita bisa merefleksikan bahwa generasi sebenarnya bukan menjadi gap, tapi menjadi tanggung jawab bersama, jadi orang tua punya banyak pengalaman dari masa lalu, dan pemuda punya tanggung jawab untuk masa depan, jadi kita harus merefleksikan hal tersebut,” kata Joko.
Guru Besar Bidang Mikrobiologi Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian UGM Prof. Irfan Dwidya Prijamboda menambahkan bahwa masalah serius yang harus diperhatikan yaitu ketimpangan di desa-desa terpencil bahkan yang berada di pulau, karena ada beberapa daerah yang sudah maju namun kurang inovasi, sebab orang-orang di daerah tersebut kurang mendapat ‘ilmu’ akibat pendidikan yang belum merata.
“Selaku generasi muda penerus bangsa, tentu hal ini harus dipikirkan secara serius, kita harus bisa menyalurkan ide, ilmu dan inovasi yang kita punya kepada masyarakat khususnya yang jauh dari kota seperti di pesisir, pulau, agar mereka mendapat pengalaman yang sama dengan kita, mendapatkan pendidikan yang layak, agar nantinya mereka dapat membangun inovasi sendiri untuk desa mereka” kata Irfan.
Dengan semangat dan kreativitas, pemuda diharapkan mampu untuk menjadi agen perubahan yang menghidupkan desa. Pemerintah, akademisi, dan masyarakat diharapkan terus mendukung penyediaan akses Pendidikan dan sumber daya, agar ketimpangan di desa terpencil dapat diminimalisir.
