Kiprah santri yang bukan seperti katak dalam tempurung, setidaknya dapat ditemui dalam buku cerita pemuda dari 5 negara yang isinya merupakan ungkapan cerita anak-anak remaja dari Amerika, Australia, Belgia, Finlandia, dan Indonesia.
Dalam buku yang diinisiasi oleh lembaga pendidikan berbasis yayasan di bawah Katolik itu terdapat tulisan cerita seorang santri dari Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, bernama Ahmad Aqil Al Adha.
Tulisan santri yang kini menempuh studi bidang seni teater di perguruan tinggi negeri di Yogyakarta itu mampu sejajar dengan remaja di luar pesantren, bahkan dari luar negeri.
Tentu saja cerita kehidupan pondok pesantren yang ditulis Aqil di buku itu membuat orang di luar pesantren terbuka dan heran. Selama ini, mereka tahu tentang pondok pesantren dan santri adalah kaum yang hanya mau (bisa) berhubungan dengan sesama santri dan seagama.
Baca juga: Pemkot Yogyakarta menggelar "reresik" ponpes sambut Hari Santri Nasional
Mereka baru tahu bahwa di pesantren, kiai, dan santri sudah biasa berhubungan dengan masyarakat luar, bukan hanya dari luar agama Islam, tapi juga dari luar negeri yang non-Islam.
Aqil bercerita bagaimana di pondok pesantren tempat dia belajar, sering didatangi diplomat, yakni dari konsulat, seperti China atau Jepang. Hal itu, karena di Pondok Pesantren Nurul Jadid memang membuka jurusan Bahasa Mandarin dan akan menyusul Bahasa Jepang dan Korea Selatan, selain Bahasa Arab dan Inggris yang sudah lama berjalan.
Kemudian, ada juga santri yang menyandang gelar PhD, piawai mengupas filosofi Tiongkok kuno, lengkap dan fasih mengucapkan Bahasa Mandarin. Pemuda alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid itu adalah Novi Basuki, PhD, yang lulus dari perguruan tinggi di China, mulai dari S1 hingga S3.
Karena keahlian dan luasnya jaringan, Novi juga tidak jarang menjadi penyambung diplomasi antara Indonesia dengan China. Ini adalah salah satu peran santri yang jauh melampaui stereotip sebelumnya.
Baca juga: PBNU ajak santri & warga NU tak kecil hati hadapi penghinaan pesantren
Tokoh santri yang lebih terkenal adalah Prof Nadirsyah Hosen, PhD, akademisi Indonesia berlatar belakang santri dan kini mengajar di Fakultas Hukum, Universitas Melbourne, Australia.
Sebelumnya, alumnus Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, ini mengajar di Fakultas Hukum Universitas Monash pada 2015 dan selama 8 tahun menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Wollongong (2007-2015), keduanya di Australia.
Di dunia politik, pondok pesantren telah berkontribusi besar mendistribusikan santri untuk ikut mengelola negeri ini. Tokoh pondok pesantren yang paling fenomenal dalam politik dan intelektual adalah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Gus Dur yang sebelumnya banyak berkiprah di dunia intelektual, aktivitas sosial, bahkan seni budaya, ini mampu menapaki karir politik tertinggi, dengan terpilih menjadi presiden keempat Republik Indonesia, menggantikan BJ Habibie.
Baca juga: Kemenag gelar Istighatsah bagi santri Ponpes Al Khoziny
Di era kepemimpinan Gus Dur, reformasi politik banyak dilakukan, seperti pemisahan TNI dengan Polri, termasuk perubahan dominasi TNI Angkatan Darat di tubuh TNI, sehingga Panglima TNI (dulu Panglima ABRI), juga bisa diisi oleh perwira tinggi dari TNI AL dan TNI AU secara bergiliran. Padahal sebelumnya, di era Orde Baru, posisi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pangab) selalu dipegang oleh perwira tinggi dari TNI AD.
Di luar Gus Dur, politikus santri juga tidak terhitung, terutama mereka berkiprah di partai politik berbasis Islam. Saat ini pun, banyak santri yang menjadi menteri, gubernur, bupati dan wali kota atau pejabat karir sebagai aparatur sipil negara.
Pesantren yang kelahirannya jauh mendahului lahirnya Indonesia, memang telah mengukir sejarah panjang dalam berkontribusi untuk negeri ini, mulai dari zaman pra-kemerdekaan, hingga kini.
Kita bersyukur bahwa negara, lebih menunjukkan kehadirannya dengan mengakui peran pesantren, dengan menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. Perhatian itu lebih tinggi lagi, dengan pengalokasian dana APBN untuk pondok pesantren dan berbagai program lainnya yang mendukung perkembangan pesantren.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Santri melampaui stereotipenya
