Yogyakarta (ANTARA) - Dosen Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Hakimul Ikhwan menyebut paparan ideologi radikal terhadap anak-anak di ruang digital perlu ditangani secara kolektif oleh sekolah, keluarga, pemerintah, dan masyarakat.
"Radikalisasi anak melalui ruang digital adalah masalah nyata, kompleks, dan menuntut kerja bersama," ujar Hakimul Ikhwan di Yogyakarta, Jumat.
Hakimul menjelaskan bahwa paparan ideologi radikal tidak hanya menjangkau remaja, tetapi juga anak-anak berusia 10-18 tahun.
Bahkan, kasus terbaru yang terjadi di sebuah sekolah di Jakarta menunjukkan bagaimana internalisasi kekerasan bisa berujung pada tindakan ekstrem.
Menurut Hakimul, proses radikalisasi dapat dipetakan melalui tiga tingkatan. Pertama, kelompok puncak yang memiliki pemahaman ideologis mendalam sehingga bertindak berdasarkan keyakinan tersebut.
Kedua, kelompok tengah atau "seekers" yang sedang mencari jati diri dan menjadi kelompok paling rentan dibentuk.
Ketiga, kelompok paling bawah yang jumlahnya terbesar, yakni mereka yang ikut karena lingkungan, rasa penasaran, atau kesenangan.
"Peran media digital tentunya sangat mempengaruhi anak-anak ini, karena mereka sebagai salah satu penggunanya," kata Hakimul.
Ia menambahkan, banyak video gim dan instrumen teknologi digital yang menormalisasi tindakan kekerasan sehingga menjadi pintu masuk radikalisasi, terutama pada remaja yang sedang membangun identitas diri.
Teknologi digital, ujarnya, menyediakan ruang bagi internalisasi kekerasan sekaligus pembelajaran tindakan berbahaya.
Selain itu, Hakimul menilai algoritma media sosial turut mempersempit struktur berpikir anak melalui "filter bubble" dan "echo chamber". Akibatnya, konten yang seragam membuat pengguna hanya terpapar satu sudut pandang sehingga memantik sikap militan dan kebencian.
Karena itu, ia kembali menegaskan pentingnya peran kolektif berbagai pihak untuk mencegah eskalasi radikalisasi pada anak.
"Membangun masyarakat kritis merupakan perjalanan yang panjang. Dengan kepedulian sosial, kita bisa mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang nanti akan menjurus kepada tindakan yang ekstrem," ujar dia.
