Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengusulkan agar calon kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) ke depannya tidak perlu diseleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar independen.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Dwiyanto Prihartono mengungkapkan berdasarkan rujukan fakta beberapa tahun terakhir, posisi kepolisian cenderung tertarik oleh berbagai kekuatan politik, termasuk kekuatan partai.
"Bahasa gampangnya ada bargaining position mereka di sana. Itu tembus sampai ke daerah-daerah, sehingga sistem komando pun menjadi terganggu, karena faktor politik lebih mendominasi ketimbang faktor profesionalnya kepolisian," ungkap Dwiyanto dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Maka dari itu, dirinya menyebutkan hal tersebut menjadi salah satu yang disarankan pihaknya untuk masuk ke dalam revisi Undang-Undang (UU) Polri, dalam sesi audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di Jakarta, Selasa (9/12).
Secara konstitusional di Indonesia, setelah ditunjuk oleh presiden, calon kapolri harus melalui proses persetujuan DPR, sebelum resmi dilantik.
Namun, Dwiyanto menilai Polri harus bisa bekerja secara independen tanpa harus takut dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tidak boleh diganggu, baik oleh berbagai hal yang bersifat unsur politik, partai, atau badan legislatif.
Dengan demikian apabila Polri melalukan pelanggaran atau terdapat masalah, kata dia, presiden harus langsung bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.
Di sisi lain, dirinya mengatakan terdapat berbagai perubahan penting yang harus dilakukan di tubuh Polri, seperti terkait struktur, peraturan perundang-undangan, pendidikan, hingga pembinaan mental dan budaya, yang saat ini dirasa kurang dan tidak bisa diterima oleh banyak pihak, terutama masyarakat pencari keadilan.
Selain itu, ia menambahkan diperlukan pula penggencaran digitalisasi agar Polri membangun suatu sistem kontrol yang baik.
"Juga proses rekrutmen harus ditingkatkan karena KUHAP di tahun depan sudah berlaku. Itu menjadi bagian yang harus dikuasai betul sehingga kami menganggap itu prioritas," ucap dia.
Sebelumnya, Komisi Percepatan Reformasi Polri menampung masukan dari sejumlah lembaga dan organisasi profesi dalam tiga sesi audiensi yang digelar secara terpisah di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (9/12).
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie, saat jumpa pers selepas pertemuan, menjelaskan masukan dan hasil diskusi yang digelar antara Komisi Percepatan Reformasi dengan berbagai lembaga serta organisasi itu menjadi bahan menyusun rekomendasi yang akan diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto, termasuk di antaranya mengenai revisi UU Polri.
"Minggu-minggu ini kami sudah mulai. Hari Kamis (11/12) mudah-mudahan banyak yang datang, kami mulai membuat kesimpulan, tetapi belum bisa diumumkan sebelum komprehensif. Yang kedua, kami tentu harus melapor dulu ke Presiden sebelum diumumkan, materi reformasi untuk dituangkan dalam rancangan revisi Undang-Undang Polri," kata Jimly.
