Yogyakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati memastikan bahwa unsur rasa maupun warna pada air minum dalam kemasan tidak bisa menjadi indikator kadar kandungan bromat.
"Bromat itu tidak berasa," kata Zullies dalam keterangan resminya di Yogyakarta, Senin.
Hal itu disampaikan Zullies menanggapi seorang influencer yang dalam sebuah unggahan video di Tiktok mengklaim kadar senyawa kimia bromat pada produk air minum kemasan "Le Minerale" berada di atas ambang normal, ditandai dengan rasanya yang manis sehingga masyarakat diimbau untuk menghindarinya.
Zullies menegaskan bromat merupakan senyawa yang tidak memiliki rasa maupun warna.
"Jika sang influencer bilang bahwa bromat itulah yang membuat rasa agak manis, yang itu sering dijadikan tagline promo produk air tersebut 'yang ada manis-manisnya', maka itu sebenarnya adalah tidak benar," ujar dia.
Karena itu, dia meminta masyarakat bersikap bijak dan selektif dalam mencerna informasi di media sosial dengan memverifikasi atau menanyakan terlebih dahulu kepada ahli atau sumber yang kredibel.
Zullies menjelaskan bahwa bromat merupakan produk sampingan yang terbentuk ketika air minum didisinfeksi dengan proses ozonasi.
Menurut dia, bromat akan muncul saat ozon yang digunakan untuk mendisinfeksi air minum bereaksi dengan bromida alami yang ditemukan di sumber air.
Dia menjelaskan bromida mengandung unsur brom (Br) yang bermuatan negatif yang ketika diozonisasi, brom yang bermuatan negatif bisa bereaksi dengan ozon atau O3 dan terbentuklah senyawa bromat atau BrO3.
"Bromat dapat masuk ke air minum kemasan jika proses penyaringan tidak dilakukan dengan hati-hati atau jika ada kontaminasi dalam sumber air. Kandungan bromat dalam air minum masih dibolehkan, asal tidak melebihi 10 mikrogram per liter," kata dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan batas aman yg diperbolehkan menurut WHO adalah 10 ppb (part per bilion) atau 10 mikrogram per liter.
Hal ini berdasarkan batas atas potensi kanker untuk bromat adalah 0,19 per mg/kg berat badan per hari.
Pada studi terhadap hewan, menurut dia, dijumpai bahwa bromat dapat memicu kanker namun belum diketahui dampaknya pada manusia.
Keracunan bromat dosis tinggi, menurut dia, sangat jarang terjadi, kecuali orang secara sengaja atau tidak sengaja menelan cairan kimia yang mengandung bromat.
Efek dari keracunan bromat dapat mengakibatkan muntah-muntah, sakit perut dan diare hingga menyebabkan kelelahan, hilangnya refleks dan masalah lain pada sistem saraf pusat.
"Namun efek ini biasanya bersifat reversibel, yang artinya bisa kembali normal, tidak menetap," ujar dia.
Sementara di Indonesia, kata dia, regulasi tentang minuman dan makanan diatur oleh BPOM, yang mengacu pada SNI yang diatur standarnya oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Untuk Air minum dalam kemasan, khususnya untuk air mineral, dalam registrasi dan pengawasannya mengacu ke SNI, di mana persyaratan mutunya mengikuti peraturan SNI 3553:2015.
"Pada SNI tersebut, terkait dengan kandungan bromat juga ditetapkan sama dengan standar aman WHO," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar UGM pastikan rasa air kemasan bukan indikator kandungan bromat
"Bromat itu tidak berasa," kata Zullies dalam keterangan resminya di Yogyakarta, Senin.
Hal itu disampaikan Zullies menanggapi seorang influencer yang dalam sebuah unggahan video di Tiktok mengklaim kadar senyawa kimia bromat pada produk air minum kemasan "Le Minerale" berada di atas ambang normal, ditandai dengan rasanya yang manis sehingga masyarakat diimbau untuk menghindarinya.
Zullies menegaskan bromat merupakan senyawa yang tidak memiliki rasa maupun warna.
"Jika sang influencer bilang bahwa bromat itulah yang membuat rasa agak manis, yang itu sering dijadikan tagline promo produk air tersebut 'yang ada manis-manisnya', maka itu sebenarnya adalah tidak benar," ujar dia.
Karena itu, dia meminta masyarakat bersikap bijak dan selektif dalam mencerna informasi di media sosial dengan memverifikasi atau menanyakan terlebih dahulu kepada ahli atau sumber yang kredibel.
Zullies menjelaskan bahwa bromat merupakan produk sampingan yang terbentuk ketika air minum didisinfeksi dengan proses ozonasi.
Menurut dia, bromat akan muncul saat ozon yang digunakan untuk mendisinfeksi air minum bereaksi dengan bromida alami yang ditemukan di sumber air.
Dia menjelaskan bromida mengandung unsur brom (Br) yang bermuatan negatif yang ketika diozonisasi, brom yang bermuatan negatif bisa bereaksi dengan ozon atau O3 dan terbentuklah senyawa bromat atau BrO3.
"Bromat dapat masuk ke air minum kemasan jika proses penyaringan tidak dilakukan dengan hati-hati atau jika ada kontaminasi dalam sumber air. Kandungan bromat dalam air minum masih dibolehkan, asal tidak melebihi 10 mikrogram per liter," kata dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan batas aman yg diperbolehkan menurut WHO adalah 10 ppb (part per bilion) atau 10 mikrogram per liter.
Hal ini berdasarkan batas atas potensi kanker untuk bromat adalah 0,19 per mg/kg berat badan per hari.
Pada studi terhadap hewan, menurut dia, dijumpai bahwa bromat dapat memicu kanker namun belum diketahui dampaknya pada manusia.
Keracunan bromat dosis tinggi, menurut dia, sangat jarang terjadi, kecuali orang secara sengaja atau tidak sengaja menelan cairan kimia yang mengandung bromat.
Efek dari keracunan bromat dapat mengakibatkan muntah-muntah, sakit perut dan diare hingga menyebabkan kelelahan, hilangnya refleks dan masalah lain pada sistem saraf pusat.
"Namun efek ini biasanya bersifat reversibel, yang artinya bisa kembali normal, tidak menetap," ujar dia.
Sementara di Indonesia, kata dia, regulasi tentang minuman dan makanan diatur oleh BPOM, yang mengacu pada SNI yang diatur standarnya oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Untuk Air minum dalam kemasan, khususnya untuk air mineral, dalam registrasi dan pengawasannya mengacu ke SNI, di mana persyaratan mutunya mengikuti peraturan SNI 3553:2015.
"Pada SNI tersebut, terkait dengan kandungan bromat juga ditetapkan sama dengan standar aman WHO," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar UGM pastikan rasa air kemasan bukan indikator kandungan bromat