Yogyakarta (Antara Jogja) - Asosiasi Pengembangan Kerajinan Republik Indonesia menilai belum banyak pengusaha yang secara optimal menerapkan prinsip "fair trade" atau perdagangan berkeadilan.
"Sebenarnya di Yogyakarta sudah banyak yang telah mengedepankan prinsip "fair trade" namun belum optimal," kata Direktur Asosiasi Pengembangan Kerajinan Republik Indonesia (Apikri) Amir Fanzuri di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, prinsip perdagangan berkeadilan cukup sederhana yakni dengan memprioritaskan mekanisme kerja sama perdagangan yang sehat serta melindungi hak pekerja maupun pengusaha, serta lingkungan.
Namun ia justru menilai faktanya saat ini masih banyak perusahaan di Yogyakarta, maupun Indonesia secara umum yang belum mengedepankan faktor kelestarian lingkungan.
"Masih banyak yang belum memprioritaskan kepedulian lingkungan yang terbukti dengan banyaknya pencemaran dan kerusakan
lingkungan akibat aktivitas industri," kata dia.
Padahal, menurut dia, kerusakan lingkungan tersebut justru akan merugikan pelaku usaha sendiri karena akan berpengaruh terhadap ketersediaan bahan baku produksi yang sebagian besar bersumber dari alam.
Selanjutnya, dia mengatakan, aspek lain yang masih belum mencerminkan perdagangan berkeadilan yakni masih banyaknya perusahaan yang belum memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan pekerja.
"Di antaranya bisa menyangkut persoalan gaji yang layak," kata dia.
Pada dasarnya, prinsip perdagangan berkeadilan merupakan hal mendasar yang perlu dimiliki seseorang ketika akan mendirikan usaha.
Selain menjadi pertimbangan pasar ekspor untuk menerima produk dari Indonesia, prinsip itu, kata dia, penting dimiliki setiap pengusaha guna mewujudkan perdagangan yang berpihak pada hak-hak produsen sekaligus pekerja.
"Prinsip "fair trade" harus semakin mampu diserap oleh pengusaha- pengusaha khususnya di Yogyakarta," kata Amir.
(L007)
