Busyro: kesenjangan ekonomi tumbuhkan radikalisme

id busro muqodas

Busyro: kesenjangan ekonomi tumbuhkan radikalisme

Busjro Muqqodas (Foto ANTARA)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Kesenjangan ekonomi dapat menumbuhkan radikalisme, baik yang mengatasnamakan agama maupun ideologi tertentu, kata mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas.

"Masyarakat yang terkungkung ketidakadilan ekonomi secara berkepanjangan lebih mudah disusupi paham-paham radikal," katanya pada seminar "Menyikapi Kasus Makar dan Terorisme" di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Senin.

Menurut dia hal itu muncul karena adanya ketidakadilan atas pembagian sumber-sumber perekonomian yang sebagian besar dikuasai kaum pemodal. Sementara negara dianggap lebih berpihak kepada pemodal dibanding masyarakat kecil sehingga kesenjangan semakin kentara.

"Mereka menganggap paham tersebut dapat menjawab permasalahan yang mereka alami sekaligus sebagai bentuk perlawanan atas hegemoni pemodal maupun pemerintah atas sumber perekonomian mereka," katanya.

Ia mengatakan analisisnya itu dibangun berdasarkan argumentasi ilmiah yang dikumpulkannya secara telaten melalui penelitian selama bertahun-tahun.

Dirinya sering ditugaskan oleh lembaga riset kampus untuk mendatangi tempat-tempat rawan konflik yang akar masalahnya disebabkan penguasaan sumber daya ekonomi oleh pemodal besar seperti pertambangan, perkebunan, hutan, dan lahan sengketa.

"Di sana saya menemukan fakta bahwa ketimpangan seperti itu sangat mudah memunculkan radikalisme yang bisa berujung pada tindakan terorisme," kata dosen Fakultas Hukum UII itu.

Ia mengatakan selama akar masalah ketimpangan tersebut tidak diatasi maka mata rantai radikalisme tidak akan terputus.

"Dalam konteks itu perlu revisi kebijakan nasional terkait pengelolaan sumber daya alam di daerah sehingga tidak memunculkan kesenjangan yang masif," kata Busyro.

Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim mengatakan penanganan terorisme memang membutuhkan aksi cepat tanggap tetapi jangan sampai sewenang-wenang dan mengorbankan HAM.

"Aspek preventif dan persuasif perlu lebih dikedepankan. Inilah yang saat ini sedang digodok dalam revisi UU Terorisme oleh DPR RI," kata Ifdal.***2***

(B015)

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024