BKSDA Yogyakarta melepasliarkan Elang Ular Bido

id elang ular bido

BKSDA Yogyakarta melepasliarkan Elang Ular Bido

Ilustrasi - Elang Bido (Spilornis Cheela). (FOTO ANTARA)

Kulon Progo, (Antaranews Jogja) - Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Yogyakarta bekerja sama Wildlife Rescue Centre dengan melepasliarkan seekor elang ular bido dan seekor alap-alap sapi di Kawasan Jatimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dokter hewan Wildlife Rescue Centre (WRC) Jogja Randy Kusuma di Kulon Progo, Kamis, mengatakan elang ular bido dan alap-alap sapi telah direhabilitasindi di WRC Jogja sejak 2013.

"Sekitar tiga hingga empat tahun direhabilitasi, dan diobservasi baik kesehatan dan perilakunya, akhirnya kedua satwa tersebut direkomendasikan untuk bisa dikembalikan ke alam," kata Randy.

Ia mengatakan elang ular bido dan alap-alap sapi direhabilitasi dengan baik, sehingga hewan tersebut siap untuk dilepasliarkan sesuai habitatnya.

"Kedua burung ini, dari sisi kesehatan medisnya bagus tidak ada penyakit, juga perilakunya layak untuk dilepasliarkan," katanya.

Sementara itu, Kepala BKSDA Yogyakarta Junita Parjanti mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi salah satu tujuan utama dari rehabilitasi satwa, yaitu pengembalian satwa liar ke alam.

"Kegiatan ini merupakan salah satu harapan dari kegiatan konservasi satwa liar, bahwa satwa dapat kembali lagi ke alam," katanya.

Ia mengatakan kegiatan pelepasliaran merupakan upaya pengawetan satwa. Selain itu, raptor merupakan top predator sehingga diharapkan akan membantu keseimbangan ekosistem.

Di Indonesia, lanjut Junita, keluarga raptor atau burung pemangsa? yang masuk dari "family Accipitridae" dan "Falconidae" termasuk satwa dilindungi undang-undang dam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar.

Ia juga berharap semua pihak, termasuk masyarakat semakin sadar dan aktif dalam membantu upaya konservasi.

"Undang-undangnya ada dan sudah jelas, yakni Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya,? sehingga kegiatan yang melingkupi perburuan, perdagangan dan kepemilikan terhadap satwa tersebut adalah illegal, dan bisa diancam dengan pidana sampai dengan 5 tahun atau denda sampai dengan Rp100 juta. Kemudian untuk semua jenis raptor, semua jenis raptor dilindungi," kata Junita. ***4***


(KR-STR)


Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024