Omzet ujian calon notaris ratusan miliar rupiah

id rupiah

Omzet ujian calon notaris ratusan miliar rupiah

Ilustrasi (foto antaranews.com)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi,  menyatakan penyelenggara kegiatan atau poin untuk calon notaris bisa meraup omzet ratusan miliar rupiah.

          "Jelas hal ini adalah bisnis semata-mata dan dituangkan dalam peraturan perkumpulan (dilegalkan dan mengikat dan memaksa kepada seluruh calon notaris dan anggota luar biasa (ALB)," katanya di Jakarta, Rabu.

          Ia menjelaskan perjalanan panjang calon notaris untuk mendapatkan SK pengangkatan, yakni, setelah menamatkan masa perkuliahan di bangku Magister Kenotariatan calon notaris harus mendaftar menjadi Anggota Luar Biasa (ALB) terlebih dahulu.

          Sebelum mengikuti Ujian Kode Etik Notaris (UKEN), pendaftaran menjadi ALB dipatok seharga Rp2.500.000 yang disetor ke rekening organisasi, setelah itu barulah ALB mendapat nomor keanggotaan sebagai anggota organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI). Setelah terdaftar sebagai anggota organisasi, ALB baru bisa mengikuti UKEN dengan biaya pendaftaran UKEN sebesar Rp1.800.000.

          Jumlah peserta UKEN pada 2017 diadakan dua gelombang yaitu gelombang pertama diikuti sebanyak 1.000 orang, sedangkan gelombang kedua sebanyak 2.822 orang, dengan total peserta yang lulus sebanyak 2.012 orang. Sedangkan pada ujian remidi UKEN pada Desember 2017 total peserta yang diyatakan lulus sebanyak 642 orang.

         Sehingga total calon notaris yang akan mengajukan permohonan pengangkatan notaris berjumlah 2.654 orang yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. "Dengan jumlah peserta segitu banyaknya, bisa dibayangkan berapa pundi-pundi rupiah yang mengalir ke kas organisasi," katanya.

         Sedangkan ketentuan baru dari organisasi sekarang, mengharuskan seluruh lulusan Magister Kenotariatan yang akan mengajukan permohonan sebagai ALB diwajibkan mengikuti Ujian Pra ALB terlebih dahulu sebelum mengajukan permohonan menjadi ALB dengan biaya ujian dibebankan kepala peserta sebesar Rp500.000 sampai dengan Rp1.000.000 dan dibebankan perihal diwajibkan juga untuk mengumpulkkan poin-poin sertifikat dari berbagai kegiatan yang diadakan organisasi dengan jumlah 30 poin.

         "Tiap kegiatan yang diadakan organisasi dipatok harga yang bervariasi mulai dari harga Rp250.000 sampai dengan Rp2.000.000," katanya.

         Kemudian organisasi juga mewajibkan calon notaris dan ALB untuk mengikuti kegiatan Magang Bersama yang diadakan organisasi melalui pengurus wilayah organisasi, dimana kegiatan magang bersama calon notaris berkontribusi mulai dari Rp750.000 bahkan sampai dengan Rp2.500.000 dan berjenjang ada yang sekali magang bersama (bagi yang sudah 2 tahun magang di kantor notaris),  bagi yang belum selesai magang 2 tahun, diwajibkan mengikuti magang bersama sebanyak empat kali magang baru. "Kemudian diberikan sertifikat dari organisasi," katanya.

         "Sedangkan menurut PP Nomor 45 tahun 2016 tentang tarif PNBP pengangkatan notaris untuk wilayah Jakarta sebesar Rp100 juta perorang, dan Jabar untuk wilayah kota Bandung sebesar Rp50 juta, dan Kota Bekasi sebesar Rp25 juta," katanya.

         Penasihat Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Gunawan menyatakan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris, merupakan praktik maladministrasi.

         "Pelaksanaannya (permenkumham) menimbulkan maladministrasi," katanya dalam acara Diskusi Publik bertemakan "Menggugat Yasonna" di Jakarta, Selasa.

          Ia menjelaskan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah menegaskan bahwa sumber hukum suatu permen yakni atas perintah undang-undang dan kewenangan.

          Ia mengatakan, artinya permen itu harus merujuk kepada undang-undang yakni UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tidak memerintahkan ada persyaratan calon notaris mengikuti Ujian Pengangkatan Notaris.

          Artinya permen itu menimbulkan tidak ada kepastian hukum tidak jelas rujukan dan pelaksanaan menimbulkan maladministrasi, katanya.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024