Jakarta (Antaranews Jogja) - Sistem pertanian konservasi yang berbasis teknologi adaptif terhadap perubahan iklim global di wilayah tropis terbukti memungkinkan lahan kering beriklim kering di Indonesia menjadi produktif untuk ditanami.
Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Prof Dr Dedi Nursyamsi MAgr di Jakarta, Sabtu, mengatakan teknologi ini akan membuat tanah di wilayah beriklim kering menjadi lebih lembab.
"Lahan yang semula kering hampir sepanjang tahun menjadi dapat ditanami dengan pertanian konservasi," katanya.
Lahan kering beriklim kering adalah hamparan lahan yang tidak tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun dan berada di daerah iklim kering.
Dedi menjelaskan, Indonesia memiliki lahan kering iklim kering seluas 7,7 juta ha dan umumnya lahan ini memiliki C-organik tanah rendah, pH tinggi, dan kekurangan hara NPK dan hara mikro tanah.
"Curah hujan tahunan rendah dengan jumlah bulan kering lebih dari tujuh bulan sehingga sering mengalami kekurangan air yang mengakibatkan produktivitas tanah rendah," kata Dedi.
Menurut dia, sistem pertanian konservasi dapat meningkatkan produktivitas lahan kering terutama lahan kering iklim kering.
Sistem ini memadukan pengelolaan bahan organik, tanah, dan tanaman yang bertujuan meningkatkan produktivitas tanah secara berkelanjutan.
"Sistem pertanian konservasi terbukti sangat signifikan meningkatkan indeks pertanaman (IP) di lahan kering iklim kering dari 100 menjadi 200 alias petani bisa tanam 2 kali setahun dari semula setahun," kata Dedi.
Apalagi kini di musim kemarau tanah masih tetap lembab sehingga bisa ditanami jagung.
Sistem ini sendiri sudah diterapkan di beberapa lokasi kerjasama Badan Litbang Pertanian dengan FAO yang berada di NTT dan NTB diantaranya di Lombok Utara, Sumbawa Barat, Nagekeo, dan Sikka.
Menurut National Project Management FAO, Dr Ujang Suparman, sistem pertanian konservasi lebih selaras dengan perubahan iklim sehingga hasil meningkat dan kesuburan lahan juga dapat diperbaiki.
"Dengan sistem ini produksi jagung meningkat pada musim terdampak kekeringan," katanya.
Prinsip pertanian konservasi meliputi olah tanah minimum dan pengelolaan bahan organik.
Misalnya dengan penutupan permukaan tanah dengan mulsa organik atau sisa tanaman dan rotasi atau tumpangsari tanaman utama dengan tanaman leguminoseae atau kacang-kacangan.
Menurut Direktur Institut Agroekologi Indonesia (INAgri), Syahroni, SP, langkah pemerintah Indonesia mengembangkan pertanian di lahan kering iklim kering mirip dengan negara-negara di Timur Tengah yang menghijaukan lahan gurun.
"Secara prinsip tanah di daerah kering umumnya tergolong tanah muda yang belum melapuk sehingga cadangan hara tinggi walau belum dapat diserap tanaman," kata Syahroni.
Lahan kering iklim kering juga relatif memiliki pH netral sehingga unsur hara mudah tersedia bila dipasok dari luar.
"Kesulitannya hanya air, tapi dengan kemajuan teknologi di masa depan maka air bukan masalah," kata Syahroni.
Dengan kehadiran air, maka cadangan hara dalam tanah dapat larut sehingga tersedia bagi tanaman.