Sultan menduga Hemas diberhentikan BK DPD karena politis

id Sultan

Sultan menduga Hemas diberhentikan BK DPD karena politis

Gubernur DIY Sri Sultan HB X menjawab pertanyaan awak media seusai memimpin Apel Gelar Pasukan Operasi Lilin Progo 2018 di Markas Polda DIY, Jumat (21/12). (Foto Antara/Luqman Hakim)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hemengku Buwono X menduga alasan Badan Kehormatan DPD RI memberhentikan sementara istrinya GKR Hemas karena dipengaruhi persoalan politik di lembaga itu.
       
"Mungkin aspek faktor-faktor politik juga mempengaruhi," kata Sultan seusai memimpin Apel Gelar Pasukan Operasi Lilin Progo 2018 di Markas Polda DIY, Jumat.
         
Sultan mengaku tidak masalah jika Badan Kehormatan (BK) DPD RI menjatuhkan sanksi itu sebab ia tahu GKR Hemas hingga kini memang tidak mengakui keabsahan pimpinan DPD RI di bawah Oesman Sapta Odang.
     
"Kalau saya tidak ada masalah. Tidak apa-apa karena (Hemas) tidak mengakui pimpinannya kan gitu," kata dia.
         
Meski demikian, hingga kini ia mengaku tidak tahu persis alasan yang menyebabkan istrinya diberhentikan sementara sebagai anggota DPD RI. "Saya tidak tahu persis," kata Raja Keraton Ngayogyakarta ini.
       
GKR Hemas yang merupakan istri Sultan HB X itu dinilai telah melanggar Undang-Undang MD3, tata tertib DPD RI, dan kode etik.
       
Ketua BK DPD RI Mervin S Komber mengatakan, Hemas sudah lebih 6 kali tak menghadiri sidang paripurna DPD RI, serta sudah melewati tahapan sanksi lainnya. 
       
"Berdasar hasil sanksi sidang etik dan juga keputusan pleno Badan Kehormatan DPD RI, telah ditemukan data 12 kali secara beruntun turut tidak menghadiri sidang paripurna DPD RI," kata Mervin pada Kamis (20/12).
       
Selain GKR Hemas, senator lain dari Provinsi Riau, Maimana Umar juga dikenai sanksi pemberhentian sementara. Sebelumnya, keduanya telah mendapat sanksi peringatan lisan dan dilanjutkan dengan tertulis, akan tetapi tidak ada perubahan terhadap keduanya. 
       
Sanksi tersebut juga diikuti dengan persyaratan pemulihan status sebagai anggota DPD RI, yaitu berupa permintaan maaf secara lisan dan tertulis di Sidang Paripurna DPD RI. Hemas juga diwajibkan meminta maaf di media massa lokal dan nasional, kepada masyarakat yang diwakilinya.