Warga Semanu gantungkan hidup pada kerajinan sangkar burung

id Sangkar burung,Gunung Kidul

Warga Semanu  gantungkan hidup pada kerajinan sangkar burung

Masyarakat Dusun Nitikan Barat, Desa Semanu, Kabupaten Gunung Kidul menggantungkan hidup mereka dengan menjadi perajin sangkar burung dari bambu. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Gunung Kidul (ANTARA) - Sebagai sentra kerajinan sangkar burung dari bambu yang masih eksis, hampir sebagian besar warga di Dusun Nitikan Barat, Desa Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggantungkan hidupnya dari hasil pembuatan kerajinan sangkar burung.

Salah satu perajin sangkar burung di Dusun Nitikan Barat Wastono di Gunung Kidul Wastono, Kamis, mengatakan sudah menggeluti kerajinan bambu sangkar burung selama 25 tahun.

"Keterampilan membuat sangkar burung yang saya peroleh dengan belajar dari orang tua. Selain itu, di sini hampir setiap rumah membuat sangkar burung," kata Wastono.

Ia mengatakan produk sangkar burung warga Dusun Nitikan Barat sudah merambah ke berbagai kota di Indonesia. Hampir setiap rumah di depannya ada bambu yang dijemur untuk dijadikan sangkar burung dan untuk memproduksi sangkar burung, warga sudah menggunakan mesin.

Dulu membuat sangkar burung masih manual, melubangi menggunakan tangan dengan memilin bambu, lalu muncul bor tangan, dan saat ini sudah ada bor duduk sehingga mudah dalam pengerjaannya

Saat ini banyak jenis burung yang ditangkarkan seperti love bird, hingga kenari, tetapi perkutut masih banyak penggemarnya. Hal ini menjadi alasan warga di sana tetap setia membuat sangkar perkutut.

"Warga menjual sangkar burung yang belum dicat, atau bahan mentah," katanya.

Setiap hari dirinya mampu memproduksi dua buah sangkar, dan dijual ke pengepul seharga Rp80.000 hingga Rp90.000 per dua buah. Warga tergabung dalam koperasi yang dikelola secara mandiri oleh perajin untuk mengantisipasi penurunan harga jual.

"Selama saya bekerja 25 tahun tidak banyak kendalanya. Hanya saja setiap musim hujan, sangkar yang disimpan terlalu lama akan berjamur," katanya.

Wastono mengakui penghasilannya sebagai perajin sangkar burung cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, meskipun ia juga tetap menggarap pekarangan dengan tanaman palawija.

"Di sini pekerjaan pokoknya membuat sangkar, petani hanya sambilan," katanya.

Perajin bambu lainnya, Puji Rahardjo mengaku menekuni kerajinan sangkar burung sejak empat tahun, sepulang dari merantau.

"Kalau dibandingkan dengan buruh bangunan, lebih baik membuat sangkar, tidak panas. Hasilnya lumayan," kata Puji.