Gunungkidul menargetkan angka kemiskinan tersisa 13 persen hingga 2024

id Penurunan kemiskinan ,Gunungkidul

Gunungkidul menargetkan angka kemiskinan tersisa 13 persen hingga 2024

Bupati Gunungkidul Sunaryanta. (ANTARA/HO-Humas Pemkab Gunungkidul)

Gunungkidul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menargetkan angka kemiskinan di wilayah ini turun dari 15,89 persen menjadi 13 persen pada pada 2024.

Bupati Gunungkidul Sunaryanta di Gunungkidul, Senin mengatakan berdasarkan data Bada Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan di Gunungkidul pada 2022 sebesar 15,89 persen.

"Kami mentargetkan dalam rentang waktu dua tahun ke depan angkanya bisa turun menjadi 13 persen," ucapnya.

Menurut dia, penurunan kemiskinan tak lepas dari laju pertumbuhan ekonomi yang terus membaik di setiap tahunnya.

Ia berharap perekonomian yang membaik dapat memberikan dampak signifikan dalam upaya pengentasan di Gunungkidul.

"Di awal pandemi sempat terjadi kontraksi karena pertumbuhannya minus, tapi saat ini pertumbuhannya mencapai 5,37 persen," kata Sunaryanta.

Namun demikian, ia mengakui upaya menurunkan angka kemiskinan tidak semudah yang dibayangkan. Penurunan kemiskinan di 2021-2022 hampir mencapai 2 persen, yakni dari 17,69 persen menjadi 15,86 persen.

“Penurunan di 2022 merupakan yang tertinggi dibandingkan daerah lain. Memang untuk pengentasan butuh proses, tapi kami yakin sesuai dengan target dari Pemerintah DIY di 2024 kemiskinan Gunungkidul tinggal 13 persen,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemerintahan Sosial dan Budaya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gunungkidul Ajie Saksono mengatakan upaya pengentasan kemiskinan difokuskan di tujuh kapanewon/kecamatan. Ketujuh kapanewon ini meliputi Saptosari, Playen, Gedangsari, Nglipar. Selain itu, ada Kapanewon Ponjong, Tepus dan Karangmojo.

“Program pengentasan di tujuh kapanewon disesuaikan dengan arahan dari Pemerintah DIY,” katanya.

Dia mengatakan ada delapan indikator untuk menetapkan wilayah sebagai kantong kemiskinan. Adapun rinciannya meliputi tentang jumlah penduduk miskin, nilai indeks pembangunan manusia (IPM), nilai Indeks Desa Membangun (IDM), kalurahan rawan pangan, keberadaan rumah tak layak huni (RTLH).

Selanjutnya ada jumlah sanitasi tak layak, akses sumber air tak layak serta tidak mempunyai akses listrik. Menurut dia, upaya pengentasan difokuskan di tujuh kapanewon. Adapun prosesnya dilaksanakan secara bersama-sama dan melibatkan lintas OPD.

Adapun program yang dijalankan mulai dari pemberian bantuan sosial untuk lansia, pemberdayaan UMKM dan kelembagaan masyarakat, stimulan rumah tidak layak huni.

"Selain itu, juga ada pemenuhan gizi berbasis panganan lokal; sosialisasi generasi berencana hingga penyediaan akses air bersih ke masyarakat," katanya.