Film "Hati Suhita" angkat cerita perjodohan bernada positif di pesantren

id Film Hati Suhita ,Angkat perjodohan bernada positif ,Film pondok pesantren

Film "Hati Suhita" angkat cerita perjodohan bernada positif di pesantren

Penulis novel Hati Suhita Ning Khilma Anis (tengah) dan para pemain film Hati Suhita berfoto usai konferensi pers setelah pemutaran film perdana di Yogyakarta. Minggu (21/5/2023) (ANTARA/Hery Sidik)

Yogyakarta (ANTARA) - Film Hati Suhita yang diangkat dari novel karya Ning Khilma Anis, dan film perdananya telah ditayangkan di bioskop Yogyakarta beberapa hari lalu mengangkat cerita tentang perjodohan bernada positif di lingkungan pondok pesantren, lembaga pendidikan agama Islam.

"Yang mau saya sampaikan di sini, jujur karena saya lahir dan besar di dunia pesantren, dan sampai sekarang juga masih mengasuh ponpes, saya ingin membawakan cerita tentang perjodohan, tetapi nadanya positif," kata Ning Khilma Anis dalam konferensi pers usai pemutaran film perdana Hati Suhita di Yogyakarta, Minggu (21/5).

Menurut dia, selama ini cerita tentang perjodohan itu seringkali nadanya negatif, namun kalau cerita dalam film Hati Suhita ini bernada positif, karena dirinya merasa bahwa pondok pesantren itu berhak mempertahankan dinastinya atau kekuasaan dalam mengelola pesantren.

Dalam film tersebut, Omar Daniel yang berperan sebagai Gus Birru (anak pengasuh pesantren) dijodohkan oleh orang tuanya dengan Alina Suhita yang diperankan Nadya Arina. Diceritakan sebelumnya, bahwa Gus Birru memiliki pacar bernama Rengganis yang diperankan Anggika Bolsterli.

"Jadi, bukan karena dia tidak bisa menerima kehadiran sosok seperti Rengganis, tetapi karena memang pesantren itu harus punya penerus yang kebetulan di cerita ini penerusnya modelnya seperti Gus Birru yang tidak mau terjebak di dalam aktivitas domestik pesantren," katanya.

Ning Khilma menjelaskan, bahwa Gus Birru maunya beraktivitas sosial, akan tetapi pesantren tersebut harus tetap berlangsung, maka dia memilih Alina Suhita yang diceritakan dapat meneruskan dinasti pesantren.

"Kalau kemudian Gus Birru bisa memilih Alina itu bukan karena Rengganis mudah dilupakan, bukan. Titik beratnya adalah di dalam cerita ini sejujurnya wanita itu wanita yang berani bertapa. Jadi tetap tenang, tapi tetap terhubung dengan yang maha kuasa," katanya.

Dia juga mengatakan, Gus Birru memilih Alina itu bukan karena Rengganis pergi ke Belanda di akhir cerita film ini, namun karena doa orang tua, doa Alina sendiri, karena ketabahan dan kerelaan Rengganis.

"Maka cerita ini disebut sebut sebagai film tanpa tokoh antagonis, karena yang antagonis adalah situasinya," katanya.

Dia berharap, melalui film yang akan diluncurkan dan mulai diputar di bioskop pada 25 Mei, nantinya para santri santri tidak takut lagi bermimpi untuk ada di dunia perfilman, karena meskipun tidak mudah, namun tetap bisa dilakukan.

Sementara itu, Omar Daniel mengatakan, film Hati Suhita mengandung banyak sekali unsur edukatif, dan harapannya penonton bukan hanya terhibur, tetapi menerima pesan yang disampaikan dengan baik dengan lapang dada. Diharapkan juga, dunia perfilman Indonesia semakin berkembang.

"Semoga film ini memberikan warna baru di perfilman Indonesia, dan juga bisa diterima sama masyarakat, dan bisa men-delivery pesan-pesan yang ingin disampaikan Ning Khilma lewat film," kata Nadya Arina.

Melalui film tersebut, penulis cerita dan para pemain sepakat bahwa pondok pesantren yang selama ini terkesan kaku dan kuno, kenyataannya tidak demikian, karena saat ini pesantren sudah lebih modern, dan dilengkapi dengan teknologi dalam mendukung kegiatan belajar agama.