Farah Button gandeng ratusan orang dalam UMKM konveksi di Yogyakarta

id farah button,umkm,konveksi

Farah Button gandeng ratusan orang dalam UMKM konveksi di Yogyakarta

Pemilik brand fesyen Farah Button, Sutardi saat berbicara pada talkshow bertajuk Kupas Tuntas Bangun Brand Fashion (ANTARA/HO-FB)

Yogyakarta (ANTARA) - Salah satu merek lokal fesyen di Indonesia, Farah Button menggandeng ratusan orang dalam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) konveksi di Yogyakarta dalam produksi outfit to wear.

"Semula saya bekerja sama dengan satu UMKM konveksi di Solo yang terdiri dari lima orang. Saat ini sekitar 300 orang dari lima UMKM konveksi di Yogyakarta terlibat dalam produksi outfit ready to wear Farah Buttton," kata pemilik brand fesyen Farah Button, Sutardi pada talkshow bertajuk Kupas Tuntas Bangun Brand Fashion di Mal Pakuwon Yogyakarta, Selasa.

Melalui talkshow yang digagasnya ini, Sutardi ingin memberikan pengarahan kepada semua orang tentang bisnis fesyen dan memberikan kesempatan kepada UMKM konveksi  di Yogyakarta agar bisa lebih dikenal dan diberikan kesempatan untuk lebih maju.

Sejak merintis usaha outfit ready to wear Farah Button, Sutardi selalu melibatkan UMKM konveksi di Yogyakarta. Kurangnya perhatian terhadap UMKM konveksi di Yogyakarta membuat Sutardi merasa kecewa.

Menurut Sutardi, tidak ada satu pun UMKM konveksi di Yogyakarta yang tersentuh akses bantuan atau pelatihan dari pemerintah. Pernah ia mendapat cerita, ada salah satu orang dari UMKM konveksi yang didatangi orang yang mengaku dari pemerintahan. 

"Ketika itu, orang tersebut berjanji memberikan bantuan berupa mesin jahit. Syaratnya, tempat usahanya harus difoto. Namun, setelah difoto, ternyata tidak pernah dapat bantuan mesin jahit,” ujar Sutardi.

Tak jarang justru Sutardi sendiri yang turun ke lapangan dan memberikan pelatihan secara langsung kepada UMKM konveksi untuk meningkatkan kualitas produksi. Hasilnya, tidak mengecewakan.

Produk-produk Farah Button memiliki kualitas yang baik dan bisa bersaing ke pasar ekspor. Terbukti, koleksi Farah Button sudah bisa dinikmati pelanggan di Jepang.

Namun, Sutardi menyadari keterbatasannya. Tidak mungkin merangkul seluruh UMKM konveksi di Yogyakarta untuk diberi pelatihan.

Ia berharap pemerintah bisa memberikan perhatian dan tidak mengabaikan UMKM konveksi di Yogyakarta. 

"Termasuk dipermudah untuk mendapatkan modal usaha dan bisa mendampingi dalam produksi serta memberikan pelatiham sehingga mereka bisa memiliki wadah dan menjadi lebih maju," ucap Sutardi.

Egi Mashita, pemilik Nifira Konvek, mengungkapkan hal serupa. Sejak berdiri pada 2020 dan sampai saat ini membawahi 55 karyawan belum mendapatkan akses bantuan dari pemerintah sama sekali, baik dalam bentuk permodalan maupun pelatihan.

Padahal, dalam menjalankan usahanya tantangan terbesar adalah menghasilkan pakaian dengan harga jasa yang terjangkau dan berkualitas serta mengelola sumber daya manusia.

"Harapan saya, UMKM konveksi dilirik pemerintah, jadi bisa berkembang dan lebih baik lagi,” ujarnya yang bekerja sama dengan Farah Button sejak awal 2023.

Senada dengan Egi, Ratu Sabilla pemilik UMKM konveksi Asiatik Work juga belum pernah mendapatkan akses bantuan maupun pelatihan dari pemerintah. UMKM konveksi yang sudah bekerja sama dengan Farah Button sejak Desember 2021 ini memiliki 18 penjahit yang terlibat dalam produksinya.

Menurut Ratu, tantangan terbesar dalam menjalankan usaha konveksi adalah memenuhi kuota produksi setiap minggu. Setiap penjahit mempunyai target yang harus dihasilkan per minggu.

“Jadi, jangan sampai kain datang terlambat dari pelanggan atau pun kain dari team cutting terlambat supaya pekerjaan selalu tersambung terus,” ucapnya.

Ia berharap jika pemerintah memberikan dukungan nyata, kualitas produksi Asiatik Work bisa meningkat dan menerima pesanan secara berkelanjutan.

Selain Sutardi, talkshow ini juga menghadirkan Isa Setyawan pemilik brand fesyen Gorilland yang juga berkolaborasi dengan UMKM konveksi di Yogyakarta.