Menyelisik keberadaan Candi Dukuh

id candi dukuh,reruntuhan candu dukuh,desa rowobani,banyubiru,kabupaten semarang Oleh Gabriella Sabatini

Menyelisik keberadaan Candi Dukuh

Kondisi Candi Duku tanpa atap karena sudah runtuh. ANTARA/HO-Gabriella Sabatini

Semarang (ANTARA) - Indonesia memiliki ribuan candi yang tersebar di seluruh penjuru, di antaranya banyak ditemukan di Pulau Jawa. Beberapa candi sudah dikenal masyarakat, seperti Candi Borobudur, Prambanan, hingga Candi Gedong Songo.

Namun, ada salah satu candi yang belum terlalu banyak diketahui orang. Namanya Candi Dukuh di Desa Rowoboni, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Candi merupakan bangunan suci yang didirikan bagi umat Hindu atau Buddha. Kata candi berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna dewi, kuil. Pada umumnya, candi dibangun dari batu andesit, vulkanik, batu bata, batu kapur, serta batu sungai yang disusun rapi hingga membentuk struktur bangunan yang kokoh. Pada zaman dahulu, candi berfungsi sebagai tempat ibadah, bertapa, dan ritual pemujaan dewa dan dewi serta tokoh-tokoh yang dianggap suci.

Candi bisa menjadi sebuah tanda atau saksi bisu mengenai peristiwa apa saja yang terjadi pada ribuan tahun lalu. Relief yang ada pada dinding candi bisa menceritakan kehidupan bermasyarakat, alat-alat perang, perawakan rupa dari raja yang memimpin, serta gambaran tempat tinggal mereka pada zaman itu.

Keberadaan candi yang banyak tersebar di Indonesia juga mejadi lahan subur penelitian dan pendidikan. Para arkeolog bisa dengan leluasa melakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari artefak, relief dinding, struktur bangunan, hingga arca dewa dewi. Melalui candi, siswa dan guru sama-sama mendapatkan ilmu atau informasi penting mengenai sejarah kerajaan dan candi-candi tersebut. Pada akhirnya, wawasan sejarah para pelajar kian luas.
 
Reruntuhan batu pada Candi Dukuh diletakkan di lahan pinggir candi tersebut. ANTARA/HO-Gabriella Sabatini


Sejarah Candi Dukuh

Candi Dukuh berdiri di atas tanah seluas 357 meter persegi dengan luas bangunan 49 m2. Belum ada data yang valid soal kapan Candi ini pertama kali ditemukan, tapi penjaga candi yang juga warga setempat mengatakan bahwa saat diketemukan, candi dalam kondisi runtuh.

“Waktu pertama diketemukan, ini sudah runtuh dan banyak batu yang hancur. Makanya (setelah direstorasi) hampir 70 persen batu candi ini merupakan batu baru, bukan batu peninggalan zaman dahulu."  ujar Yuli, penjaga Candi Dukuh.

Membangun ulang reruntuhan candi yang didirikan sekitar 1.100 tahun lalu merupakan pekerjaan rumit, memerlukan kesabaran dan ketelitian tinggi. Candi yang usianya melewati 1 milenium itu dibangun dengan konstruksi tumpukan batu tanpa ada perekat. Karena dimakan waktu atau mungkin juga terkena bencana alam, sebagian bangunan candi itu runtuh. Pekerjaan menata dan membangun ulang candi jauh lebih rumit dibanding mengembalikan bangunan yang disusun dari blok puzzle.

Menata dan membangun ulang candi berarti harus meneliti (riset) sejarah pada masa lalu untuk mendapatkan gambaran dan konteks bangunan candi pada masa itu. Relief batu di Candi Dukuh sedikit banyak bisa menuntun arkeolog menjelaskan hubungan candi dengan masyarakat kala itu. Cara kerja seperti itulah yang dilakukan para sejarawan dan arkeolog ketika menata ulang Candi Dukuh. Kala ditemukan, sekitar 70 persen batu-batu yang disusun menjadi bangunan candi tersebut runtuh.

Pemugaran pertama dilakukan pada tahun 2011 dan pemugaran tahap kedua selesai pada tahun 2012. Belum ada sumber pasti yang bisa mengesahkan tahun berapa candi ini dibangun. Akan tetapi, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah meyakini candi ini dibangun pada abad ke-9. Namun, mengenai tahun pasti candi ini dibangun belum bisa dipastikan. Sampai saat ini periset BPCB masih terus menelusurinya.

“BPCB kan punya banyak arkeolog dan juru pugar, mereka memastikan bahwa Candi Dukuh dibangun sekitar abad ke-9. Gaya yang ada pada candi ini, mirip seperti motif di Candi Gedong Songo yang dibangun pada abad ke 9. Jadi, kalau warga bilang ini peninggalan Brawijaya V, kayaknya kurang 'masuk' ," ujar Dewi, staf BPCB Jawa Tengah.

Masyarakat Indonesia mengakui bahwa di Pulau Jawa terdapat banyak benda bersejarah peninggalan kerajaan yang berdiri pada 1.000 tahun lalu yang tertimbun di dalam tanah. Peninggalan bersejarah ini digali dan dikaji ulang oleh para arkeolog untuk diteliti lebih lanjut mengenai struktur, gaya, serta aliran yang dianut oleh penduduk kerajaan pada waktu itu.

Berdasarkan penelitian arkeolog BPCB Jawa Tengah, diyakini bahwa Candi Dukuh dibangun sekitar abad ke-9. Salah satu indikasinya terlihat dari gaya bangunan yang menyerupai Candi Gedong Songo yang juga di bangun pada abad ke-9.

Menurut peneliti BPCB, relief di Candi Dukuh juga dimiliki Candi Gedong Songo, seperti relief manusia hingga kera.


Tempat wisata

Karakteristik Candi Dukuh tidak kalah memikat dengan candi-candi yang ada di Kabupaten Semarang. Walaupun belum banyak orang tahu, Candi Dukuh berpotensi menjadi tempat wisata bersejarah.

Batu Yoni

Candi Dukuh memiliki sebuah batu yoni yang posisinya berada di tengah candi. Batu yoni menandakan bahwa candi ini untuk penganut Hindu. Keberadaan batuan yoni melambangkan kesuburan dari Dewa Parwati yang merupakan shakti dari Dewa Shiva (Dewa Siwa dalam bahasa Indonesia). Shakti merupakan energi kreatif yang dimiliki para dewa untuk bisa berubah bentuk, seperti menjadi kepribadian Dewi dari Dewa Shiva sebelumnya.

Relief manusia, bangunan, hewan, kepala kala

Pada dinding Candi Dukuh ditemukan relief yang menggambarkan manusia, monyet atau kera. Relief ini berada di sebelah kanan dan kiri dinding candi. Pahatan relief ini menggambarkan beberapa adegan seperti seorang prajurit yang berdiri setengah jongkok sambil membawa tombak, bentuk payudara wanita, jari manusia, dan sebuah bangunan kerajaan. Relief kepala kala di bagian paling atas candi juga menjadi karakteristik unik Candi Dukuh.

Arca Dewa Ganesha

Dua Arca Dewa Ganesha terlihat jelas di bagian bawah candi, dekat tangga sebelum masuk ke area Candi Dukuh. Keberadaan Arca Dewa Ganesha memberikan simbol bahwa Candi Dukuh dibangun atas kesadaran spiritual yang mampu membawa kesejahteraan dan kebaikan bagi seluruh makhluk di alam semesta ini.

Lingga patok

Pada area sekitar candi, banyak batuan yang belum tersusun dan masih tergeletak di tanah. Lingga patok berada di bawah antara batuan tersebut dan memiliki makna bahwa candi ini percaya akan keberadaan dewa-dewa dan Candi Dukuh merupakan sebuah tempat dan bangunan yang sakral.
 
Perbaikan relief Candi Dukuh dengan menambahkan sejumlah batuan baru (warna agak putih). ANTARA/HO-Gabriella Sabatini
 

Fakta penting lain

Selain memiliki karakteristik yang menjadi ciri khasnya, Candi Dukuh juga mempunyai beberapa fakta penting yang layak diketahui sebelum berkunjung ke sana. Berikut beberapa faktanya.

Mata Air Panas

Tidak jauh dari lokasi Candi Dukuh terdapat air panas yang posisinya berada di belakang rumah warga. Sekalipun pihak BPCB meyakini bahwa mata air ini tidak ada kaitannya dengan Candi Dukuh, mata air ini masih aktif digunakan oleh warga untuk mandi dan mencuci pakaian. Sebenarnya, ada banyak mata air panas di area ini. Hanya, saat ini sudah hilang karena tertutupi oleh Danau Rawa Pening sehingga hanya dua yang tersisa, yakni, yang sudah dilindungi dengan sebuah bangunan beton bersemen dan satunya berada di antara dua rumah warga di sebelah kanan.

Dekat Rawa Pening

Lokasi Candi Dukuh bersebrangan dengan Danau Rawa Pening. Karena letak candi berada di atas bukit maka Danau Rawa Pening bisa terlihat dari jauh. Sayangnya, jika dipotret menggunakan kamera tidak terlalu terlihat karena ditutupi oleh bambu dan ilalang yang tinggi. Namun, tetap bisa dilihat menggunakan mata lepas.


Mata pencaharian warga

Candi, dalam perkembangan zaman, juga berperan dalam menyejahterakan kehidupan karena bangunan bersejarah itu bisa menjadi ladang pencaharian warga. Ketertarikan dan rasa ingin tahu masyarakat pada sejarah tidak bisa dimungkiri menjadi salah satu faktor yang mendorong mereka untuk mengetaui seluk beluk candi. Makin dikenal sebuah candi, akan kian ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara.

Warga bisa memanfaatkan peluang ini untuk menjual kerajinan, seperti gantungan kunci, stiker, lukisan, hingga kaus sablon yang menggambarkan bangunan candi. Warga juga bisa menjajakan makanan lokal atau minuman kemasan. Transaksi produk yang dibuat dan dijajakan warga dengan wisatawan itu memacu perputaran ekonomi desa sehingga pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan warga. Begitu pula Candi Dukuh. 




*) Penulis adalah mahasiswa semester akhir/Asisten Dosen Mata Kuliah Produksi Berita Cetak dan Online Fiskom UKSW Salatiga