“Kami sangat mendukung upaya pengembangan pariwisata berkelanjutan di Jatiluwih karena hal tersebut sejalan dengan kebijakan di Kemenparekraf yang beralih dari pariwisata berbasis kuantitas ke pariwisata yang berbasis kualitas,” kata Sandiaga lewat keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.
Terkenal dengan sistem subaknya, Desa Jatiluwih yang terpilih menjadi destinasi wisata yang akan dikunjungi oleh delegasi World Water Forum ke-10 ini, menghasilkan padi sebagai komoditas utama hasil pertaniannya. Subak, merupakan organisasi tradisional yang mengatur sistem irigasi yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali.
Ke depan, pengelolaan persawahan di Jatiluwih akan diarahkan ke konsep pertanian organik yakni 100 persen pupuk yang digunakan merupakan pupuk alami, misalnya seperti kotoran sapi milik penduduk lokal sehingga menjadi contoh penerapan wisata yang berkelanjutan karena lebih ramah lingkungan.
Hal ini juga merupakan suatu bentuk implementasi dari pariwisata yang berbasis komunitas, yang melibatkan masyarakat setempat untuk saling bekerja sama dalam pengembangan pariwisata.
Ketua DTW desa wisata Jatiluwih Ketut Purna Jhon menyampaikan, Jatiluwih merupakan destinasi wisata yang dimiliki oleh personal, hal ini karena daya tarik utamanya adalah persawahan yang dimiliki oleh banyak petani setempat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menparekraf dukung pengembangan pariwisata berkelanjutan di Jatiluwih