Sleman (ANTARA) - Gunung Merapi berada di perbatasan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali di Jawa Tengah. Keberadaan gunung tersebut selama ini telah memberikan berbagai catatan suka dan duka di tengah masyarakat yang tinggal di lereng gunung api teraktif di dunia ini.
Dari sisi pariwisata dan sektor pertanian, keberadaan Gunung Merapi jelas telah memberikan manfaat yang sangat dirasakan masyarakat.
Keindahan alam kawasan lereng Gunung Merapi, tak dipungkiri telah mampu memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung.
Sedangkan dari sektor pertanian, tampak jelas dilihat keberadaan Gunung Merapi banyak memberi berkah kesuburan tanah pertanian dan perkebunan melalui "pupuk alami" berupa abu vulkanis, yang dipercaya masyarakat sangat menyuburkan segala jenis tanaman.
Selain itu, sumber-sumber air yang muncul di lereng Gunung Merapi juga setia memberikan pasokan air yang melimpah untuk sektor pertanian melalui aliran-aliran sungai berhulu Gunung Merapi.
Namun, dari berbagai manfaat yang memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat tersebut, Gunung Merapi juga menyimpan potensi bencana yang cukup besar.
Aktivitas erupsi Gunung Merapi berpotensi menimbulkan luncuran lava dan awan panas guguran (APG) melalui aliran-aliran sungai yang dapat membawa dampak fatal bagi masyarakat, terutama yang tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Merapi.
Memahami tingginya potensi bencana tersebut, maka menyiapkan masyarakat yang tangguh bencana dan sadar mitigasi bencana menjadi sebuah keharusan, agar masyarakat dapat hidup harmonis berdampingan dengan Gunung Merapi.
Mitigasi bencana di KRB
Tidak ingin banyak jatuh korban jiwa dan material saat Gunung Merapi mempunyai "hajat", maka Pemerintah Kabupaten Sleman, melalui Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) terus melakukan peningkatan kapasitas mitigasi bencana masyarakat, khususnya warga yang tinggal di kawasan lereng Gunung Merapi.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sleman, Bambang Kuntoro, menyebutkan bahwa peningkatan kapasitas mitigasi ini salah satunya melalui kegiatan simulasi penanganan bencana Gunung Merapi.
Simulasi terbaru dilakukan di Barak Pengungsian dan Balai Desa Kalurahan Girikerto, Kapanewon Turi, pada Kamis (27/06) yang juga melibatkan warga lanjut usia (lansia) di wilayah itu.
Alasan simulasi dilaksanakan di Girikerto karena wilayah tersebut merupakan kawasan di sisi barat Gunung Merapi. Pascaerupsi Gunung Merapi 2010, arah luncuran lava panas dan APG dominan ke barat daya Gunung Merapi.
Kegiatan simulasi yang dihadiri Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto, Perwakilan Caritas Jerman, serta unsur Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat terkait ancaman dan risiko bencana erupsi, terlebih pada beberapa waktu terakhir intensitas luncuran lava pijar dan APG cukup tinggi.
Bahkan, terkait hal itu, Pemkab Sleman telah menerbitkan SK Bupati Sleman Nomor 27.21 Kep. KDH I A / 2024 tentang Perpanjangan Penetapan Status Siaga Darurat Erupsi Gunungapi Merapi.
BPBD Sleman sendiri juga terus menerapkan berbagai upaya kesiapsiagaan yang dilakukan bersama sejumlah instansi terkait, di antaranya menjalin kerja sama dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta dalam melakukan pemantauan dan sosialisasi, koordinasi dengan lembaga vertikal BNPB, menjalin kerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik lokal maupun asing serta berbagai unsur terkait.
Kegiatan pencegahan tidak hanya di ranah instansi saja. Secara rinci, BPBD Kabupaten Sleman menjalankan beberapa upaya mitigasi mulai dari menyusun Rencana Kontijensi Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2020, memasang perangkat Early Warning System sebanyak 35 unit dan jalur evakuasi yang dilengkapi dengan rambu-rambu serta titik kumpul di daerah potensi bahaya.
Selain itu, menyiapkan 12 barak pengungsian bagi warga yang terdampak bencana erupsi Gunung Merapi, mempraktikkan simulasi penanganan kedaruratan bencana erupsi Gunung Api Merapi pada Tahun 2024 melalui kegiatan Table Top Exercise Gladi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terkait ancaman dan risiko melalui sistem informasi dan komunikasi, termasuk peringatan dini.
Tujuan lainnya yaitu meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan terkait sistem penanggulangan kedaruratan bencana yang melibatkan multipihak dalam mengantisipasi dampak skenario terburuk erupsi Gunung Merapi.
BPBD Sleman telah membentuk pula Desa Tangguh Bencana (Destana) dan Kalurahan Tangguh Bencana (Kaltana) di daerah terdampak erupsi Gunung Merapi. Kebijakan ini ditunjang dengan pemberian Kartu Identitas Relawan (KIR) kepada sejumlah sukarelawan di wilayah tersebut.
Pemberian KIR juga dalam upaya meningkatkan kompetensi keahlian yang dimiliki relawan. Jadi tidak hanya sebagai kartu identitas saja. Akan tetapi pemegang KIR juga mendapatkan prioritas untuk mendapatkan pelatihan tentang kebencanaan sehingga keahlian yang dimiliki bisa semakin ditingkatkan.
Kesiapan Posko Utama
Guna memastikan kesiapsiagaan, Bupati Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Kustini Sri Purnomo melakukan pemantauan Posko Utama BPBD Sleman di Kapanewon (Kecamatan) Pakem menindaklanjuti peningkatan aktivitas Gunung Merapi yang terus meningkat sejak Juni 2024, pada Kamis (11/7).
Meski tidak ada peningkatan status Gunung Merapi maupun peningkatan zona bahaya yang direkomendasikan BPPTKG, tinjauan ini selain untuk memantau aktivitas Gunung Merapi juga dilakukan untuk memastikan kesiapsiagaan BPBD Sleman dalam menanggapi kenaikan aktivitas vulkanik Gunung Merapi baik itu dari segi logistik, peralatan, transportasi, maupun petugas sebagai upaya mitigasi dalam menghadapi ancaman bahaya erupsi Gunung Merapi.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sleman Makwan mengemukakan bahwa aktivitas Gunung Merapi terkini masih cukup tinggi yaitu ditandai dengan muntahan material vulkanik dan deformasi.
Beberapa kali terjadi luncuran lava pijar dalam satu minggu terakhir dan cukup tinggi. Berdasarkan laporan aktivitas Gunung Merapi pada Juli 2024 yang disampaikan BPPTKG, terpantau aktivitas vulkanik Gunungapi Merapi masih cukup tinggi berupa aktivitas erupsi efusif.
Berdasarkan laporan tersebut, potensi bahaya saat ini meliputi guguran lava dan awan panas pada sisi selatan-barat daya, yaitu di Sungai Boyong sejauh 5 kilometer, serta Sungai Bedog, Krasak dan Sungai Bebeng sejauh maksimal 7 kilometer. Sementara pada sisi tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 kilometer dan Sungai Gendol 5 kilometer. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 kilometer dari puncak.
Meski demikian, kondisi masih aman dan masyarakat tetap dapat beraktivitas seperti biasa, meski tetap diimbau untuk tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya serta waspada bahaya lahar dan awan panas guguran saat terjadi hujan di sekitar Gunung Merapi.
Aktivitas Gunung Merapi
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto saat melakukan peninjauan di Pos Pengamatan Gunung Merapi Kaliurang, Sleman pada Rabu (24/7) menyebutkan bahwa peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Merapi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir masih dalam batas aman.
Dalam beberapa waktu ini aktivitas Gunung Merapi memang meningkat signifikan dengan beberapa kali terjadi luncurkan lava pijar dan awan panas guguran yang mengarah di sisi barat daya.
Namun, luncuran lava pijar maupun awan panas guguran yang terjadi paling jauh berjarak dua kilometer. Sedangkan di sisi barat daya Gunung Merapi pemukiman warga terdekat berjarak delapan kilometer dari puncak. Dengan kondisi tersebut maka saat ini masih dinilai aman dan masyarakat dapat tetap melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa.
Kendati demikian, Kepala BNPB tetap mengimbau masyarakat yang beraktivitas di lereng Gunung Merapi, terutama yang masuk kawasan rawan bencana (KRB,) tetap harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan," katanya.
Masyarakat di kawasan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, DIY maupun Magelang, Klaten dan Boyolali di Jawa Tengah tidak perlu khawatir yang berlebihan karena setiap ada perkembangan aktivitas vulkanik akan terus diinformasikan kepada masyarakat.
BNPB juga memastikan bahwa selama ini telah terjalin kerja sama yang baik antara pemerintah daerah dengan instansi terkait seperti Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk menyampaikan informasi setiap saat terkait perkembangan Gunung Merapi.
Sedangkan untuk langkah penanggulangan bencana, pemerintah daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga selalu berkoordinasi dengan BNPB.
Dengan kesiapsiagaan dini dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mitigasi bencana, maka diharapkan masyarakat lereng Merapi dapat hidup harmonis dengan Gunung Merapi, gunung yang tak pernah ingkar janji, terus memberikan kemanfaatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Gunung Merapi bukan untuk ditakuti, tapi Merapi hanya butuh dipatuhi. Jangan pernah disepelekan segala informasi dan imbauan dari para pemangku kepentingan agar selalu aman, terkendali, "ayem tentrem" (mandaliyem).
Namun begitu, kawasan Gunung Merapi juga bukan untuk dieksploitasi tanpa hati. Menjaga dan melestarikan alam Gunung Merapi, merupakan langkah bijak untuk bisa selalu hidup secara damai dengan gunung berketinggian sekitar 2.900 meter dari permukaan laut (mdpl) tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hidup berdampingan secara damai dengan Gunung Merapi