Sleman (ANTARA) - Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendorong pembentukan kelompok wanita tani yang beranggotakan perempuan guna optimalkan pemanfaatan lahan pekarangan.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman Suparmono di Sleman, Kamis, mengatakan usaha bidang pertanian ini fokus mengoptimalkan lahan pekarangan ditanami berbagai kebutuhan tanaman pangan, sayuran hingga buah-buahan.
"Perempuan memainkan peran yang sangat besar dalam pemanfaatan lahan pekarangan, oleh karenanya perlu didorong untuk melembaga dengan pembentukan kelompok wanita tani (KWT)," kata Suparmono saat berkunjung ke Padukuhan Ngangkrik, Triharjo.
Berdasarkan data Statistik Pertanian (SP) Lahan 2023 bahwa luas lahan pertanian non-sawah di Kabupaten Sleman 19.958,87 hektare dan 15.526,7 hektare diantaranya berupa tegal/kebun.
“Jika dikelola dengan optimal, kebun atau pekarangan berpotensi menopang produksi pangan Kabupaten Sleman,” katanya.
Suparmono mengatakan pekarangan dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan keluarga sehingga kebutuhan gizi keluarga pun dapat terpenuhi. Selain itu, pekarangan juga berpotensi menjadi sumber penghasilan. Fungsi lain, seperti estetika, sosial, dan keamanan lingkungan pun terpenuhi.
“Apalagi dengan konsep urban farming, berkebun dapat diintegrasikan dengan kegiatan perikanan dan peternakan pada lahan terbatas,” katanya.
Lebih lanjut, Suparmono menyampaikan data jumlah KWT saat ini 492 kelompok. Harapannya akan terbentuk KWT di 1.212 padukuhan se Kabupaten Sleman.
Sementara itu, warga Padukuhan Ngangkrik Endang menyampaikan bahwa dirinya dan ibu-ibu di lingkungannya telah melakukan upaya pemanfaatan pekarangan dan telah merasakan manfaatnya.
“Kami mengelola pekarangan dengan menanam sayuran seperti cabai, terung, pare dan tomat,” katanya.
Dalam budidayanya, Endang dan wanita tani lainnya menerapkan pertanian ramah lingkungan untuk menghasilkan sayuran yang sehat dikonsumsi.
“Kami menggunakan pupuk kasgot, hasil pengolahan sampah rumah tangga untuk maggot,” terang Endang.
Dia menyampaikan bahwa dengan bimbingan dari PPL, KWT bisa menanam sayuran. Hanya saja masih ada masalah yang belum bisa diatasi, khususnya dalam penanganan hama dan penyakit tanaman.
“Sebenarnya kami sudah memakai perangkap lalat buah, eco enzyme, namun belum sepenuhnya berhasil. Namanya juga masih belajar,” kata.
Endang mewakili ibu-ibu menyatakan keinginannya untuk membentuk KWT agar dapat memotivasi wanita tani dalam mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan. Dia juga berharap agar Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman memberikan fasilitasi dan dukungan untuk pembukaan lahan baru ditanami sayuran.
“Harapannya lahan tidur menjadi produktif dan hasil panennya bisa menambah penghasilan ibu-ibu,” pungkasnya.