Disnakertrans DIY meminta industri pariwisata bangun budaya K3

id kesehatan dan keselamatan kerja

Disnakertrans DIY meminta industri pariwisata bangun budaya K3

Seorang karyawan PT Bhimasena Power Indonesia sedang mengikuti pelatihan peningkatan kemampuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (K3), di Batang. ANTARA/HO-Humas BPI

Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta pengelola industri pariwisata di provinsi ini membangun budaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Aria Nugrahadi dalam Webinar Nasional bertajuk "Mewujudkan Pariwisata yang Aman Melalui Implementas K3 yang Efektif" di Sekolah Vokasi UGM, Sleman, D.I Yogyakarta, Sabtu, menyebut K3 merupakan aspek krusial dalam menjaga kepercayaan wisatawan.

"Jangan sampai terjadi sesuatu yang ketika perusahaan berinvestasi sedemikian besar kemudian itu akan mengganggu kepercayaan yang sifatnya 'trust' (kepercayaan) dan nama baik," ujarnya.

Untuk menarik pengunjung, menurut Aria, pengelola destinasi wisata acap kali menjual sensasi yang bersinggungan dengan potensi risiko baik terkait lokasi maupun sarana yang digunakan.

"Sifatnya mempunyai tantangan terhadap alam. Kalau aman itu kan datar saja begitu ya. Pariwisata itu daya tariknya biasanya beririsan dengan potensi risiko," katanya. 
 

Karena itu, ia mengimbau pengelola bisnis pariwisata mulai dari perhotelan, restoran serta destinasi wisata minat khusus di DIY mampu mengutamakan penerapan K3.

Terlebih destinasi wisata minat khusus yang dikelola masyarakat, Aria menekankan para pengelolanya harus dipastikan mampu melakukan upaya menekan terjadinya kecelakaan kerja.

Penyediaan alat pelindung diri (APD), kata Aria, juga harus dipastikan tersedia utamanya di destinasi wisata alam, atau kegiatan wisata macam "jeep ofroad", "outbound", hingga "flying fox".

Penerapan K3, kata dia, antara lain dengan membuat perencanaan evakuasi serta mitigasi bencana dengan melibatkan konsultan pariwisata ataupun konsultan K3 berpengalaman.

Selain itu, perlu pula mendesain bangunan wisata yang laik fungsi dengan mengutamakan aspek keamanan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
 

"Membentuk SOP (prosedur operasional standar) jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan atau bencana serta mengusahakan agar tempat wisata atau jasa wisata yang ditawarkan sudah tersertifikasi 'CHSE' (standar kebersihan, kesehatan, keamanan, dan keberlanjutan lingkungan)," ujar Aria.

Meskipun ada tantangan dalam penerapan K3, Aria meyakini dengan upaya berkelanjutan, sektor pariwisata di DIY dapat menjadi contoh yang baik dalam mengintegrasikan K3 dengan industri pariwisata.

Ketua Departemen Layanan dan Informasi Kesehatan Sekolah Vokasi UGM Nur Rokhman mengatakan Yogyakarta merupakan kota wisata sehingga pemerintah daerah beserta pengelola wisata harus mampu menjamin aspek keselamatan dan kesehatan kerja di lingkup sektor itu.

Karena urgensi penerapan K3 di berbagai aspek, menurut dia, UGM bahkan telah membuka Program Studi Magister Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

"(K3) tidak hanya terkait dengan keamanan di industri tapi juga hari ini kita lihat K3 penting diterapkan di pariwisata," kata Nur.
 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Industri pariwisata Yogyakarta diminta bangun budaya K3