Kebijakan larangan pengecer jual LPG 3 kg dibatalkan, ESDM ubah status pengecer jadi subpangkalan

id LPG 3 kg,Subsidi energi,Subsidi tepat sasaran,Kementerian ESDM,Bahlil Lahadalia

Kebijakan larangan pengecer jual LPG 3 kg dibatalkan, ESDM ubah status pengecer jadi subpangkalan

Warga mengantre untuk membeli elpiji ukuran 3 kilogram saat operasi pasar di kawasan Sumerta, Denpasar, Bali, Kamis (8/6/2023). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nym.

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi perhatian publik sepekan terakhir, terkait kebijakan larangan pengecer menjual LPG 3 kg yang langsung berdampak pada masyarakat di tingkat bawah.

Meski Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk memastikan harga LPG 3 kg sesuai harga eceran tertinggi (HET) dan subsidi tepat sasaran, protes dari masyarakat terus mengalir.

Salah satu dampak larangan tersebut adalah antrean panjang di pangkalan resmi Pertamina. Kebijakan yang mulai berlaku pada 1 Februari 2025 ini menimbulkan keluhan dan kritik.

Pemerintah kemudian merespons cepat dengan mencabut kebijakan tersebut, memperbolehkan pengecer menjual LPG 3 kg dengan status baru sebagai subpangkalan, pada Selasa (4/2).

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengkritik kebijakan larangan tersebut, menyebutnya terlalu mendadak dan kurang disosialisasikan dengan baik.

Keinginan pemerintah untuk menata penyaluran LPG 3 kg sebenarnya sudah lama ada. Pada awal 2024, Tutuka Ariadji, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi ESDM, mengusulkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 untuk memastikan subsidi LPG tepat sasaran. Namun, hingga akhir 2024, peraturan tersebut belum terealisasi.

Harga LPG 3 kg yang mahal menjadi salah satu alasan utama kebijakan ini diterapkan. Di Balikpapan, Kalimantan Timur, harga LPG 3 kg pada Januari 2025 mencapai Rp60.000 hingga Rp70.000 di pengecer, sementara di pangkalan resmi hanya Rp18.000.


PT Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa tidak ada kenaikan harga LPG 3 kg di pangkalan resmi dan harga di tingkat pengecer dipengaruhi oleh pasokan yang tidak terkontrol.

Pada 31 Januari 2025, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung meminta pengecer yang ingin terus menjual LPG 3 kg untuk mendaftar sebagai pangkalan resmi Pertamina, dengan konsekuensi larangan bagi pengecer yang tidak memenuhi syarat.

Kebijakan baru ini menimbulkan masalah distribusi di masyarakat. Antrean panjang di pangkalan resmi muncul, dan pembeli harus menunjukkan KTP untuk membeli LPG 3 kg. Selain itu, pembatasan jumlah pembelian membuat banyak keluarga datang bersama-sama agar bisa membeli lebih banyak.

Jumlah pangkalan resmi yang terbatas juga menyebabkan pembeli tidak dapat menjangkau LPG 3 kg dengan mudah. Salah satu korban dari antrean panjang ini adalah Yonih (62), warga Tangerang Selatan, yang meninggal setelah kelelahan mengantre.

Selain itu, spekulasi mengenai LPG 3 kg yang digantikan dengan Bright Gas tersebar di media sosial. Namun, PT Pertamina membantah kabar tersebut dan mengonfirmasi bahwa Bright Gas 3 kg tidak akan menggantikan LPG 3 kg.


Pengecer Diizinkan Menjual LPG 3 kg Lagi dengan Status Subpangkalan

Setelah protes dan masalah distribusi yang terjadi, Bahlil mengumumkan rencana perubahan status pengecer menjadi subpangkalan. Pengecer yang terdaftar di Pertamina akan otomatis menjadi subpangkalan dan tidak perlu mendaftar lagi.

Pengecer yang belum terdaftar akan dibekali aplikasi dan dibantu proses perubahan statusnya. Pengecer yang menjadi subpangkalan wajib melaporkan penjualan LPG 3 kg dengan aplikasi "MerchantApps Pangkalan Pertamina" yang memantau siapa yang membeli, jumlah pembelian, dan harga.

Pada 4 Februari 2025, Bahlil memberikan izin kepada pengecer untuk menjual LPG 3 kg lagi dengan status baru mereka sebagai subpangkalan, untuk menormalkan distribusi gas bersubsidi tersebut.

Dengan perubahan status ini, pemerintah berharap dapat memperoleh data pembeli LPG 3 kg di tingkat bawah, sementara distribusi LPG 3 kg kembali berjalan normal.


Alih status pengecer jadi subpangkalan

Dalam rapat dengan Komisi XII DPR pada Senin (3/2), Bahlil menyampaikan rencana mengubah status pengecer LPG 3 kg menjadi subpangkalan LPG 3 kg.

Bagi 375 ribu pengecer yang sudah terdaftar di Pertamina, secara otomatis status mereka berubah menjadi subpangkalan sehingga tidak perlu mendaftarkan diri lagi.

Teruntuk para pengecer yang belum terdaftar sebagai subpangkalan, Kementerian ESDM bersama Pertamina akan secara aktif membekali mereka dengan aplikasi dan membantu proses perubahan status menjadi subpangkalan. Perubahan ini tidak dipungut biaya apa pun.

Pengecer yang menjadi subpangkalan wajib melaporkan penjualan LPG 3 kg kepada Pertamina. Oleh karenanya, mereka dibekali aplikasi Pertamina yang bernama MerchantApps Pangkalan Pertamina.

Melalui aplikasi tersebut, pengecer bisa mencatat siapa yang membeli, berapa jumlah tabung gas yang dibeli, hingga harga jual dari tabung gas tersebut. Guna mendukung pencatatan, masyarakat yang membeli LPG 3 kg di pengecer diwajibkan untuk membawa KTP.

Pada Selasa (4/2), akhirnya Bahlil memberikan izin bagi pengecer untuk menjual LPG 3 kg lagi dengan status baru mereka sebagai subpangkalan.

Dampak dari kebijakan terkait subsidi energi, baik subsidi untuk gas, bahan bakar minyak (BBM), hingga listrik memang terasa sangat-sangat nyata di tingkat akar rumput, lantaran subsidi bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak.

Peristiwa-peristiwa yang menyertai implementasi "kebijakan dadakan" distribusi gas melon selayaknya menjadi pelajaran mahal bagi pemerintah. Terlebih, ketika kebijakan yang ditetapkan itu menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

Tidak ada nyawa seharga subsidi, maka hendaklah pemerintah lebih berhati-hati.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jungkir balik ESDM menjaga subsidi LPG 3 kg agar tepat sasaran

Pewarta :
Editor: Nur Istibsaroh
COPYRIGHT © ANTARA 2025