Sleman (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta terus memperkuat sinergi lintas pemangku kepentingan untuk menurunkan angka stunting di wilayah itu meskipun saat ini telah berada di bawah angka nasional.
"Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,5 persen, sedangkan Provinsi DIY 18 persen, sementara di Kabupaten Sleman lebih rendah yakni 12 persen," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman Wildan Solichin pada "Rembug Stunting" di Sleman, Selasa.
Adapun data pemantauan status gizi melalui ePPGBM (elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) mencatat bahwa pada tahun 2024, prevalensi stunting di Sleman turun menjadi 4,41 persen dari 4,51 persen di tahun sebelumnya.
"Meskipun angka ini lebih baik dibandingkan tingkat nasional maupun Provinsi DIY, upaya percepatan penurunan stunting tetap harus dilakukan secara berkelanjutan," katanya.
Menurut dia, penurunan angka stunting menjadi salah satu prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sleman 2024-2045.
"Stunting tidak hanya menjadi permasalahan kesehatan, tetapi juga berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menurunkan angka stunting melalui berbagai kebijakan terpadu," katanya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman Susmiarto mengatakan, melalui evaluasi capaian program dan penyusunan strategi baru, diharapkan angka stunting di Kabupaten Sleman dapat terus menurun secara signifikan.
Susmiarto juga menyebut pentingnya program prioritas dari Bupati dan Wabup Sleman yaitu Bergas Waras Cerdas, yang mencakup jaminan gizi 1.000 hari pertama kehidupan serta peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak.
Kepala Perwakilan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN Provinsi DIY Muhammad Iqbal Apriansyah, menekankan pentingnya penanganan stunting yang berkesinambungan dan melibatkan semua unsur pentahelix, yaitu pemerintah, swasta, perguruan tinggi, media massa, dan masyarakat.
"Rembug Stunting ini menjadi gong awal bagi kita dalam berkontribusi menurunkan angka stunting sesuai peran masing-masing," katanya.
Workshop Rembug Stunting ini diikuti oleh 130 peserta, termasuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten, Kapanewon dan Kalurahan Lokus Stunting, akademisi, organisasi profesi, serta perwakilan pengusaha dan forum kemasyarakatan.
Sebagai bentuk komitmen bersama, acara ini juga diisi dengan penandatanganan komitmen oleh seluruh pemangku kepentingan guna menekan angka prevalensi stunting di Kabupaten Sleman.
Langkah ini sejalan dengan visi Sleman 2025-2030 untuk menciptakan masyarakat yang maju, adil, makmur, lestari, dan berkeadaban, serta mendukung target nasional menuju Indonesia Emas 2045.