Yogyakarta (ANTARA) - Di sebuah ruang perawatan anak di sebuah Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) di Sleman, Silvia Dita Anggraeni mendampingi putra kecilnya Daffa Alfarezel (7), yang tengah dirawat karena infeksi paru-paru.
Daffa, bocah kelas 1 SD itu tengah duduk di ranjang rumah sakit sembari menonton tayangan kartun favoritnya dengan infus yang terpasang di salah satu punggung tangannya.
Ketegangan perlahan sirna dari wajah Silvia (30) hari itu, karena kondisi putranya membaik. Meski begitu, sesekali mata Silvia tetap fokus mengecek tetes infus di tabung kecil yang menggantung di sisi ranjang.
“Sekarang sudah jauh lebih baik. Nafasnya sudah lega, panasnya juga turun. Alhamdulillah,” ucap Silvia dengan senyum lega.
Daffa bukan pertama kalinya dirawat. Ini adalah kali ketiga ia harus melawan infeksi paru-paru yang terus kambuh sejak pertama kali terdeteksi saat usianya masih lima tahun. Silvia masih mengingat jelas gejala awal yang dialami anaknya, yakni demam tinggi, batuk berkepanjangan, hingga sesak napas yang tidak kunjung reda.
Saat diberi oksigen, cerita Silvia, biasanya panas Daffa menurun, namun kali ini, tak kunjung membaik hingga akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit.
Ruang kamar perawatan Daffa terlihat memang cukup nyaman, tersedia televisi, tempat tidur bersih, toilet dalam, dan pencahayaan alami yang cukup. Udara di dalam ruangan pun terasa segar, mencerminkan standar pelayanan yang makin baik.
Hal kecil seperti tayangan kartun pun mampu menjadikan anak seusia Daffa, menjadi nyaman dan tidak rewel, karena merasa seperti di rumah meski sedang dirawat.
Dalam kesempatan itu, Silvia menceritakan bahwa beban biaya rumah sakit sempat membuatnya khawatir. Dengan penghasilan suami yang bekerja sebagai sopir. Jika harus membayar biaya rawat inap dan obat-obatan secara mandiri, Silvia mengaku keberatan.
Namun kini ia merasa lega dan bersyukur karena keluarganya terdaftar dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan.
"Kalau dulu rawat inap bisa sampai Rp3 juta, belum obat. Sekarang alhamdulillah, semua ditanggung Program JKN. Sangat meringankan,” ungkap Silvia penuh syukur.
Lebih lanjut, Silvia mengatakan selain pengobatan di rumah sakit, keluarga juga mulai berbenah dari segi pola hidup. Dokter menyarankan agar Daffa tidak terpapar asap rokok dan debu. Silvia mengaku bahwa ada anggota keluarga yang merokok, namun kini sang suami sudah berkomitmen untuk tidak merokok di dalam rumah.
“Sekarang ayahnya kalau merokok pasti keluar. Kita juga jadi lebih sadar untuk jaga udara di rumah,” kata Silvia.
Tidak hanya itu, Silvia juga menerapkan beberapa anjuran dokter: menjaga ventilasi udara, rutin membersihkan rumah, dan memastikan Daffa memakai masker saat bepergian karena selain asap rokok, debu juga bisa menjadi pemicu kambuhnya penyakit infeksi paru-paru.
“Semua demi menjaga agar paru-parunya nggak kambuh lagi. Kebersihan harus tetap dijaga,” tambahnya.
Ia juga mengapresiasi pelayanan rumah sakit yang tidak membedakan perlakuan antara pasien umum dan pasien JKN.
“Perawatnya ramah, dokter juga komunikatif. Kami merasa dilayani dengan baik. Kami dihargai,” cerita Silvia.
Bagi Silvia, JKN bukan sekadar program jaminan kesehatan. Ia menyebutnya sebagai “penjaga nafas” anaknya dan ia berharap penyakit anaknya bisa sembuh, tidak kambuh, dan bisa tumbuh sehat.
“Kalau tidak ada Program JKN, entah bagaimana kami membayar semua ini. Dari dua kali ke rumah sakit dengan membayar sendiri, habisnya lumayan. Tapi alhamdulillah, Negara hadir dan membantu kami,” tutup Silvia.
