Masyarakat Sindutan Kulon Progo gelar pentas Incling di Gunung Lanang

id Incling,Kulon Progo,Gunung Lanang,DPRD Kulon Progo

Masyarakat Sindutan Kulon Progo gelar pentas Incling di Gunung Lanang

Kesenian Incling dari Kabupaten Kulon Progo. (ANTARA/HO-Dokumen panitia pentas incling)

Yogyakarta (ANTARA) - Masyarakat Kalurahan Sindutan di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar pentas kesenian Incling di kompleks Petilasan Gunung Lanang dalam rangka dalam rangka memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia.

Koordinator penyelenggara peringatan HUT Ke-80 Republik Indonesia, Toni Hari Prasetyo di Kulon Progo, Selasa, mengatakan pementasan ini jadi bagian dalam kegiatan bertajuk Doa Kebangsaan dan Peringatan Kemerdekaan Indonesia.

"Kegiatan ini masih dalam rangka memperingati HUT ke-80 Indonesia. Kita bersyukur atas nikmatnya kemerdekaan ini, tapi sama-sama kita ketahui bahwa di dalam ulang tahun ke-80, bangsa negara ini sedang menghadapi cobaan, godaan, sebagaimana kita ketahui Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” kata Toni.

Ia mengatakan alasan dipilihnya kesenian Tari Incling karena masyarakat meyakini tarian ini berkembang sejak zaman penjajahan dan lahir sebagai media penggerak para pejuang dalam upaya memerdekakan Indonesia.

Kesenian ini juga ada kaitannya dengan kisah laskar Pangeran Diponegoro di Kulon Progo. Sejarahnya, incling ini dulu bagian daripada yang dibina laskar pangeran Diponegoro ketika menuju ke Bagelen (Purworejo), untuk memberikan, menggugah semangat masyarakat, atau sekarang lebih dikenal dengan pertahanan rakyat semesta.

“Akan tetapi kita ingin semua kembali baik. Tidak ada kekuatan, alat maupun daya bagi masyarakat yang ingin kedamaian, keadilan, kemakmuran, kecuali dengan kekuatan doa. Sehingga tajuk kita di Gunung Lanang ini, sama-sama memanjatkan doa kepada Tuhan, agar bangsa Indonesia segera mendapatkan keamanan dan ketertiban,” katanya.

Masyarakat waktu itu lanjut Toni berlatih fisik untuk pertempuran lewat metode Tarian Incling. Dalam tarian tersebut juga ada adegan peperangan, yang dijadikan gambaran masyarakat mengenai kerasnya medan tempur.

“Jadi ini dilakukan melalui cara-cara tersendiri, melatih fisik mereka lewat tarian yang powerful. Dalam Incling juga adegan pertempuran, ini jadi semacam simulasi tentang kerasnya medan perang,” jelasnya.

Adapun pementasan Incling di Bayeman dilakukan oleh Paguyuban Incling Sekar Gulang, salah satu komunitas seni yang masih melestarikan Incling di Kulon Progo.

Pengurus Paguyuban Incling Sekar Gulang Witono mengatakan tarian ini sejatinya adalah variasi dari seni tari Jathilan. Hanya saja, dikemas dengan konsep dan cerita rakyat yang beraneka macam.

“Incling itu sebetulnya bagian dari Jathilan atau kuda kepang. Kalau Incling yang khusus Sekar Gulang itu ada lakonnya, ada alur ceritanya,” katanya.

Ia mengatakan salah satu cerita yang disajikan dalam Tari Incling adalah kisah cinta Dewi Sekartaji dari kerajaan Daha (sekarang Kediri) dengan Raden Panji Asmarabangun putra Raja Jenggala. Dikisahkan bahwa dahulu Raden Panji Asmarabangun hendak melamar Dewi Sekartaji.

Namun, Panji Asmarabangun punya banyak pesaing sehingga pihak Dewi Sekartaji memberlakukan sayembara. Siapa yang bisa menemukan dua ekor hewan yang bisa berbicara dan dapat diadu, maka orang itulah yang bakal dijadikan suami oleh Dewi Sekartaji.

“Dari Jenggala (pihak Raden Panji Asmarabangun) kemudian mencari di alas roban. Di situ dapat Singa dan Banteng yang bisa bicara dan juga bisa diadu. Akhirnya dibawa ke Keraton Kediri. Ternyata Dewi Sekartaji berkenan dengan itu, sehingga yang diterima adalah lamaran dari Panji Asmarabangun,” jelas Witono.

Witono mengatakan Incling tak hanya sekadar seni pertunjukan. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, tarian ini jadi salah satu media untuk mempersatukan rakyat dalam melawan kolonialisme.

“Menurut cerita leluhur kami, kesenian ini sudah ada sejak tahun 1928. Dan ini punya andil untuk perjuangan kemerdekaan,” terangnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dahulu sulit untuk mengumpulkan massa karena berpotensi dicurigai oleh penjajah yang ujungnya bisa ditangkap. Untuk mengakali hal itu, maka dibuatlah pentas khusus yang selain untuk hiburan juga jadi ajang konsolidasi masyarakat.

“Karena kita tahu bahwa pada saat penjajahan susah mengumpulkan masyarakat. Ancamannya bisa ditangkap," katanya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kulon Progo Aris Syarifuddin menyatakan jika pihaknya terus berupaya menjaga kelestarian Tari Incling Kulon Progo. Kegiatan ini menjadi upaya mengenalkan Tari Incling ke masyarakat luas.

“Pementasan Incling Sekar Gulang dilakukan secara gotong royong dalam rangka nguri-nguri kebudayaan. Pelestarian kebudayaan harus tetap dilakukan meski tidak didanai oleh Danais atau Dana Keistimewaan. Kesenian dan ataupun Petilasan Gunung Lanang ini harus dipahami penerus bangsa sebagai warisan leluhur yang harus tetap dilestarikan,” katanya.

Aris mengaku saat ini cukup prihatin dengan kondisi kesenian Incling dan lainnya di Kulon Progo. Karena belum dapat perhatian lebih dari pemerintah, terutama melalui bantuan danais DIY. Apalagi pada tahun depan ada rencana pemotongan Danais yang berdampak sulitnya pengembangan seni, budaya dan adat istiadat di Kulon Progo.

“Tentu kami prihatin. Ketika bicara tentang pemeliharaan adat istiadat di Kulon Progo, ada ratusan kelompok seni dan budaya baik seni tradisional maupun religius. Belum seluruhnya terfasilitasi danais, jadi kami cukup prihatin,” katanya.

Dengan rencana pemangkasan Danais hingga lebih dari 50 persen tahun depan, Aris meminta agar hal tersebut tidak dijadikan alasan untuk tidak memperhatikan seni budaya.

“Memang tahun depan Danais terpangkas cukup banyak, dari Rp1,2 triliun menjadi Rp500 miliar. Namun demikian itu tidak mengurangi semangat melestarikan budaya. Ini tugas bersama agar kesenian tradisional tetap hidup di masa mendatang,” kata Aris.

Pewarta :
Editor: Sutarmi
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.