Pakar UMY ingatkan risiko penipuan loker luar negeri tanpa verifikasi

id lowongan kerja,penipuan lowongan kerja,lowongan kerja luar negeri

Pakar UMY ingatkan risiko penipuan loker luar negeri tanpa verifikasi

Ilustrasi--Seorang pencari kerja mengisi pendaftaran di salah satu stand perusahaan saat bursa kerja. FOTO ANTARA/Oky Lukmansyah

Yogyakarta (ANTARA) - Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ali Maksum mengingatkan masyarakat tentang risiko penipuan lowongan kerja luar negeri yang kerap muncul saat tawaran diterima tanpa verifikasi.

"Bekerja di luar negeri sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat kita. Banyak yang melihatnya sebagai peluang besar, meskipun risikonya juga tinggi, termasuk penipuan lowongan kerja," ujar Ali Maksum di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, rendahnya tingkat pendidikan serta minimnya literasi digital membuat sebagian masyarakat mudah tergiur informasi tanpa melakukan verifikasi.

Ketika kemampuan literasi tidak memadai, ia menyebut masyarakat cenderung menerima informasi apa adanya dan menangkap peluang tanpa menelusuri sumbernya terlebih dahulu.

Padahal, kata dia, pemerintah telah menyediakan jalur resmi seperti Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian Ketenagakerjaan, serta lembaga penyalur tenaga kerja swasta yang berizin.

Namun, jalur resmi tersebut acap kali dianggap rumit, lambat, dan penuh proses birokrasi.

Situasi tersebut, menurut Ali, membuat banyak calon pekerja memilih jalan pintas, bahkan mengandalkan jasa calo untuk mengurus paspor hingga keberangkatan, yang justru berpotensi membawa mereka masuk dalam jaringan perdagangan manusia.

"Mereka takut mengurus dokumen sendiri. Urus paspor saja memakai calo, lama-kelamaan mereka terbiasa mengambil jalan pintas, dan itu yang membuka pintu 'human trafficking'," ujar Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UMY ini.

Ali Maksum menilai kelompok paling rentan terjebak lowongan kerja palsu adalah masyarakat dari ekonomi menengah ke bawah.

Menurut dia, mereka cenderung cepat merespons tawaran pekerjaan, terutama jika disertai skema pembayaran seperti kursus bahasa atau biaya administrasi.

"Hampir semua lowongan seperti itu berbayar, dan dianggap wajar. Padahal ini sudah menjadi budaya yang salah dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia," ujarnya.

Untuk mengatasi persoalan itu, Ali mengatakan pemerintah perlu memperkuat aspek hukum sekaligus memperbaiki akses dan infrastruktur layanan tenaga kerja migran agar lebih mudah dijangkau masyarakat.

Di sisi lain, edukasi publik harus digencarkan, baik melalui media digital maupun komunitas akar rumput agar masyarakat memahami jalur keberangkatan resmi dan aman.

"Regulasi penting, tetapi pengawasan dan penegakan hukum harus diperkuat. Pelaku penipuan harus ditindak tegas, apalagi media sosial kini tidak terkontrol. Karena itu, literasi dan publikasi harus ditingkatkan supaya masyarakat tahu bahwa jalur resmi adalah satu-satunya jalur yang aman," tutur Ali.


Pewarta :
Editor: Nur Istibsaroh
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.