Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Akhmad Munir menegaskan bahwa pemberitaan bencana tidak semata-mata menyampaikan data statistik dan visual dramatis, tetapi harus mengedepankan aspek kemanusiaan.
Menurut Munir, kehadiran pers di tengah situasi bencana memiliki peran sebagai rujukan utama untuk membantu masyarakat tetap berpikir jernih saat dihadapkan pada ketidakpastian, kepanikan, dan kecemasan. Dalam kondisi tersebut, informasi yang akurat, terverifikasi, dan berimbang menjadi kebutuhan mendasar masyarakat.
“Pemberitaan bencana sejatinya adalah pemberitaan tentang kemanusiaan, ia tidak boleh direduksi hanya menjadi statistik korban, kerusakan, infrastruktur, atau visual dramatis semata," kata Munir dalam diskusi "Kaleidoskop Media Massa 2025" di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa.
Ia menekankan bahwa etika jurnalistik harus menjadi fondasi utama dalam setiap peliputan kebencanaan. Etika tersebut, lanjut Munir, bukan untuk membatasi kebebasan pers, melainkan untuk menjaga kehormatan profesi jurnalistik.
“Kepercayaan publik terhadap media tidak hanya dibangun dari kecepatan, tetapi dari integritas, kepekaan, dan keberpihakan pada nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.
Munir menilai pers Indonesia dituntut mampu memberitakan bencana secara akurat, empatik, dan proporsional dengan menempatkan keselamatan serta kemanusiaan sebagai prioritas utama.
Pemberitaan yang jernih dan berimbang di masa krisis dinilai dapat membantu publik memahami kondisi sebenarnya, mencegah kepanikan, sekaligus memperkuat kepercayaan terhadap upaya penanganan yang dilakukan berbagai pihak.
Selain itu, pers juga memiliki peran strategis dalam menjaga narasi optimisme dan keberlanjutan pembangunan nasional.
"Di balik setiap peristiwa bencana ada manusia yang luka, kehilangan, dan trauma, karena itu etika jurnalistik harus menjadi fondasi utama dalam setiap peliputan kebencanaan," ucapnya.
Melalui peliputan yang kontekstual dan bertanggung jawab, Munir menyebut pers dapat memastikan bahwa bencana tidak menutup gambaran utuh tentang daya tahan, potensi, dan kesiapan Indonesia, termasuk dalam menjaga kepercayaan terhadap iklim investasi dan pariwisata.
“Serta menegaskan bahwa Indonesia adalah bangsa yang tangguh, mampu bangkit, dan terus melangkah maju,” sambungnya.
Ia menekankan pentingnya pengembangan jurnalisme bencana yang tidak berhenti pada peliputan peristiwa, tetapi berkembang menjadi jurnalisme edukatif yang membangun kesadaran mitigasi, kesiapsiagaan, dan ketangguhan masyarakat.
“Pers Indonesia harus menjadi pilar demokrasi sekaligus pilar kemanusiaan. Hadir saat bencana, setia mengawal proses pemulihan, dan konsisten menyalakan harapan bagi bangsa dan negara,” katanya.
Munir menilai bahwa tantangan pers ke depan akan semakin kompleks, mulai dari dampak perubahan iklim, percepatan teknologi digital, hingga kecepatan arus informasi. Kondisi tersebut menuntut jurnalisme yang adaptif, namun tetap berakar kuat pada profesionalisme dan kode etik.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ketua PWI sebut pemberitaan bencana harus kedepankan aspek kemanusiaan
