Pengamat: petani Indonesia masuk perangkap politik pertanian

id petani

Pengamat: petani Indonesia masuk perangkap politik pertanian

Masyarakat pesisir di Kabupaten Kulon Progo menyelenggarakan diskusi "Politik Pertanian dan Pertanahan Upaya Mempertahankan Hak Atas Tanah sebagai Sumber Kehidupan Petani Pesisir Kulon Progo".(Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo (Antara Jogja) - Petani Indonesia dinilai masuk dalam perangkap politik pertanian yang mengakibatkan ketidakmandirian dalam sektor sarana produksi dan tata niaga perdagangan, kata pengamat pertanian Rohiman di Kulon Progo, Minggu.

Rohiman mengatakan, ketidakmampuan petani dalam sektor sarana produksi meliputi benih, pupuk dan obat serta pemasaran hasil pertanian menyebabkan mereka masuk dalam politik pertanian.

"Ini merupakan bentuk ketergantungan yang dibentuk oleh sistem yang menyebabkan petani mengalami ketergantungan," kata Rohiman dalam acara diskusi "Politik Pertanian dan Pertanahan Upaya Mempertahankan Hak Atas Tanah sebagai Sumber Kehidupan Petani Pesisir Kulon Progo".

Menurut dia, perusahaan dan pemerintah tidak pernah memberikan ilmu cara memproduksi pupuk, benih dan obat kepada petani. Sebab, petani dimanjakan dengan berbagai produk nasional dan bantuan subdisi pupuk hingga benih.

"Hal ini akan menyebabkan petani tidak inovatif untuk menciptakan benih dan membuat pupuk secara mandiri. Akibatnya, petani mengalami ketergantungan terhadap pupuk buatan pabrik," katanya.

Staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Aditya Johan mengatakan Indonesia adalah negara yang terkenal dengan kesuburan tanah atau negara agraris. Akan tetapi itu hanya menjadi jargon semata tanpa adanya implementasi yang jelas dari pemerintah.

"Hal ini berdampak pada kerapuhan ketahanan pangan, dikarenakan minimnya produk pertanian seperti kedelai, jagung dan gula yang seharusnya dapat diproduksi dalam negeri. Namun, saat ini Indonesia mengandalkan kebijakan impor produk pangan dari luar negeri," katanya.

Ia mengatakan kebutuhan pangan nasional Indonesia cukup tergantung dengan impor produk pangan dari luar negeri yang harus menguras devisa sebesar Rp50 triliun.

"Sejak zaman kolonial bangsa Indonesia sudah menjadi bangsa agraris dan terbiasa memenuhi kebutuhan pokok pangan, tetapi setelah Indonesia merdeka justru harus mengimpor produk pangan untuk mencukupi persediaan pangan nasional," kata dia.

Menurut dia, negara membutuhkan keamanan pangan secara nasional sehingga tidak terlalu bergantung dari luar. Ketergantungan yang tinggi dari luar akan bisa mempengaruhi secara keseluruhan mantra kehidupan nasional.

(KR-STR)