Yogyakarta (Antara Jogja) - Komandan Grup 2 Komando Pasukan Khusus Kandang Menjangan, Kartasura, Letkol Inf Maruli Simanjutak menyatakan pengungkapan pelaku penyerangan Lembaga Pemastarakatan Kelas IIB Cebongan Sleman demi menyelamatkan citra TNI agar tidak terpuruk.
"Pascainsiden penyerangan Lapas Cebongan, saat itu pada 29 Maret Tim Investigasi Mabes TNI AD datang ke Grup 2 Kandang Menjangan. Saat itu ketua tim menyatakan jika kasus ini tidak terungkap maka citra TNI semakin terpuruk," kata Maruli di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Rabu.
Maruli Simanjutak diminta keterangan sebagai saksi kasus penyerangan Lapas Cebongan dalam ke dua dengan lima terdakwa yakni Sertu Tri Juwanto, Sertu Anjar Rohmanto, Sertu Martinus Roberto, Sertu Suprapto, dan Sertu Hermawan Siswoyo.
Menurut dia, saat dilakukan apel istimewa pada 30 Maret hal tersebut kembali oleh Tim Investigasi TNI AD di hadapan seluruh anggota Grup 2 Kopassus.
"Dari situ kemudian Serda Ucok Tigor Simbolon yang merupakan pelaku penembakan mengakui perbuatannya dan diikuti delapan anggota lain yang turut serta dalam penyerangan," katanya.
Maruli mengatakan, setiap anggota Kopassus menjalani latihan yang berat dan operasi militer mengancam jiwa.
"Maka jika tidak mempunyai jiwa Korsa yang kuat saat bertempur, akan sangat berbahaya. Apapun yang terjadi pada teman, harus dibantu. Jiwa korsa sangat penting bagi kita," katanya.
Ia mengatakan, ketika berada disituasi perang, semua bergerak saling melindungi. Satu bergerak, yang lainnya melindungi.
"Itu sudah menjadi insting kami dan merupakan permainan-permainan kami. Memang, kami dilatih untuk itu," katanya.
Bahkan, satu senjata yang dibawa dianggap merupakan istri pertama yang harus dijaga.
"Senjata itu, istri pertama kami. Karena berbahaya, kami sangat menjaganya jangan sampai hilang atau direbut orang," katanya.
Ia mengatakan, saat ada orang yang menyerang, seorang anggota akan langsung merespon dan mempertahankan diri. Kemudian, akan balik menyerangnya.
"Kalau polisi perlu tembakan peringatan, tapi kalau kami siapa yang duluan menembak," katanya.
Para terdakwa penyerangan Lapas Cebongan ini, kata dia, merupakan anggota yang dianggapnya berprestasi seperti dalam olahraga, tinju dan taekwondo.
"Bahkan ketika bencara erupsi Gunung Merapi, mereka yang paling depan. "Ucok dan Sugeng (terdakwa satu dan dua di berkas pertama) saya tahu persis. Bukan tim yang di bagian masak, tapi di depan," katanya.
Ia mengatakan, pada 19 Maret 2013 pukul 03.30 WIB, dirinya mendapatkan laporan kalau ada anggotanya meninggal akibat tabrakan di daerah Yogyakarta. Kemudian, pada pukul 05.00 WIB, diketahui, kalau meninggalnya anggota itu karena dianiaya oleh sekelompok preman di Hugo`s Kafe yakni Serka Heru Santoso.
"Saya langsung berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan mendapat konfirmasi kalau pelakunya sudah diamankan," katanya.
Setelah itu, dirinya segera melakukan apel luar biasa dengan para anggota dan menegaskan kepada para anggota, kasus tersebut sudah ditangani dan biarkan polisi yang menindaklanjuti.
"Saya menekankan jangan main hakim sendiri. Serahlan pada yang berwajib," katanya.
Agar para anggotanya mempunyai kesibukan, dirinya pun membuat beberaoa kegiatan. Kemudian, pada Sabtu (23/3/2013) pagi, dirinya mendapatkan laporan dari Danrem Yogyakarta, kalau terjadi penyerangan di Lapas IIB Cebongan. Empat orang pelaku penyerangan Serka Santoso, tewas.
Kemudian, dirinya melakukan pengecekan materiil. Hasilnya, baik anggota dan senjata di gudang, masih lengkap.
"Tidak termasuk yang sedang latihan di luar. Saya melihat pelaku bukan dari anggota kita. Dan kasus tersebut baru terungkap setelah Tim Investigasi datang serta ada pengakuan dari para pelaku," katanya.
Setelah sembilan orang anggotanya mengaku, kemudian dipisahkan dari anggota lain saat apel tersebut.
"Mereka kemudian diperiksa oleh Pom, kami hanya memantau saja," ucapnya.
Sedangkan saksi Bati Intel Batalyon 22 Serma Mohammad Zainuri dalam keterangannya mengatakan pada 22 Maret 2013 sekitar pukul 22.00 WIB didatangi Serma Rohkmadi yang meberitahukan dua mobil avanza dan APV yang keluar markas.
Mereka berdua kemudian ke pos provost, dan saat itu yang jaga Sertu Sutar, mobil diduga lari ke barat ke arah Yogyakarta.
"Kami berdua bersama Serma Rohmadi meluncur ke Yogyakarta karena ada indikasi kekerasan atau kerusuhan, apalagi tersangka Hugos dan pembacokan Sertu Sriyono sudah ditangkap. Apalagi Sertu Alen yang bersama Serka Heru Santosa saat peristiwa penusukan di Hugos diminta keterangan di Polres Sleman," katanya.
Ia mengatakan, dirinya kemudian menuju ke Polres Sleman, namun tidak menemukan dua mobil yang dimaksud, selanjutnya ke Demak Ijo juga tidak menemukannya, demikian pula saat ke Polda DIY juga tidak menemukan.
"Kalau ketemu karena ada indikasi kekerasan, mau mengajak pulang. Sabtu 23 Maret jam 03.45 WIB sampai di markas ketemu Sutar lagi dan tanya gimana mobil yang keluar dijawab sudah masuk, APV masuk markas dan avansa langsung ke Tawangmangu," katanya.
Ia mengatakan, saat jalan-jalan di sekitar markas dirinya ketemu Serda Anjar dan tanya dari mana, kemudian dijawab dari jalan-jalan ke hajatan rumah teman.
"Saat itu saya juga sempat tanya kepada Anjar apa ada kerusuhan? Dan dijawab aman," katanya.
Saksi juga bertanya kembali kepada Sutar yang bertugas di pos provost dijawab aman.
"Saya kemudian pulang tidur dan tidak melapor, karena hal tersebut sudah biasa," katanya.***2***
(V001)
